Wednesday, March 4, 2009

Dua kaki yang diharamkan di Neraka

Dua Kaki Yang Diharamkan Dari Neraka
Senin, 9 Februari 2009


قال رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ (صحيح البخاري

Sabda Rasulullah saw :
“Barangsiapa yg berdebu kedua kakinya di jalan Allah, maka Allah haramkan ia dari neraka” (Shahih Bukhari)

ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt Maha Raja yang Tunggal dan Abadi, Allah Jalla Wa Alaa, (Jalla wa alaa = Maha Berwibawa dan Maha Luhur). Sang Penguasa dari zaman ke zaman sebelum terciptanya waktu dan zaman, sebelum berputarnya bulan, matahari dan bumi, sebelum tercipta siang dan malam dan sebelum tercipta seluruh kehidupan, Sang Pemiliki Kehidupan menghamparkan bermilyar kehidupan yang selalu berganti dengan kematian mengikuti waktu dan zaman. Dialah (Allah) yang terlepas dari keterikatan oleh waktu dan zaman, justru Dialah (Allah) yang mengikat dan mengatur waktu dan zaman. Jalla Wa Alaa Swt yang Maha Luhur terlepas dari keterikatan pada kebutuhan pada setiap makhluk-Nya. Justru setiap makhluk yang hidup disadari atau tidak disadari terikat kepada Allah Jalla Wa Alaa. Tiada satu kehidupan yang lepas dari kekuasaan ilahi, tiada satu kehidupan yang tidak dimiliki oleh Allah dan tiada pula satu jengkal bagian di langit atau di bumi yang bukan milik Allah Jalla Wa Alaa.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Maha Suci Allah Yang Maha Menguatkan jiwa hamba – hambaNya dengan datangnya guncangan fitnah dan kerusakan aqidah. Allah memilih hamba – hambaNya dan menguatkan mereka entah dengan pemikiran sendiri atau dengan nasihat atau dengan melihat atau dengan mempelajari. Allah menguatkan aqidah mereka hingga tidak bisa terguncang dengan fitnah sebesar apapun. Telah mengalir fitnah dari zaman ke zaman kepada para Nabi dan kepada para shalihin dan para Nabi dan shalihin tetap mulia dan diabadikan oleh Allah dan para pembawa fitnah tenggelam di dalam kehinaan yang abadi jika mereka tidak bertaubat. Maha Suci Allah Yang Maha Menguatkan jiwa kita untuk tidak menyembah selain Allah, Maha Suci Allah Yang Membuka kesempatan bagi para pendosa untuk mendekat kepada Allah, Maha Suci Allah Yang Menghidupkan para ulama dan shalihin menuntun kepada keluhuran. Jazakumullah Khair, Khairul Jaza’ doa dan munajat untuk para da’i Allah dan para shalihin sepanjang waktu dan zaman.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Demikian Allah Swt menuntun umat muslimin – muslimat untuk selalu berada di jalan keluhuran dan menjadikan para ulama sebagai “Wurraatsunnabi” para pewaris Nabi Muhammad Saw, sebagaimana hadits riwayat Shahih Bukhari “ulama waratsatul anbiya” para ulama adalah pewaris para Nabi. Maha Suci Allah Swt yang dengan Memuji-Nya terluhurkanlah jiwa. Yang dengan Memuji-Nya, semakin besar seorang hamba ingin memuji dan memuji Allah, semakin Allah buat keadaannya terpuji. Semakin ia memuji Allah semakin Dia (swt) membuat hari – hari orang itu terpuji. Namun ketika seorang hamba lupa dari hal – hal yang indah di sisi Allah maka dirisaukan kehidupannya jauh dari hal – hal yang terpuji. Demikian di dunia dan demikian di akhirat.

Memuji Allah adalah hal yang lazim dan hal yang pasti ada bagi mereka yang mendalami Keagungan Ilahi. Semakin dalam pemahaman seseorang tentang Keagungan Allah semakin banyak ia akan memuji Allah karena semua sifat terpuji dan hal – hal yang terpuji berpadu kepada Allah dan Allah juga yang menciptakan semua hal yang terpuji. Dan Allah menjadikan hal – hal yang hina ada di permukaan bumi untuk membedakan mana yang hina dan mana yang terpuji.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Oleh sebab itu Allah Swt mengenalkan kalimat “Hamdalah ba’da Basmalah”. (mengucap Alhamdulillah setelah mengucap Bismillah) “Bismillahirrahmanirrahim” dulu. “Dengan Nama Allah” Yang Maha Tunggal dan Abadi mengawali segala kehidupan di langit dan bumi. “Arrahman Arrahim” “Maha Melimpahkan seluruh Kasih Sayang dan Rahmat pada segenap hamba-Nya di dunia dan di akhirat”. Setelah kita ingat itu seluruh kenikmatan, kemewahan, keinginan, kemuliaan, kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada sedemikian triliyun hamba-Nya di permukaan bumi dan masih akan berlanjut dengan kekal dan abadi di yaumil qiyamah bagi mukminin – mukminat. Setelah itu sampai ke dalam benak pemikiran kita. Barulah Allah teruskan dengan “Alhamdulillahirabbil ‘alamin” QS. Al Fatihah : 2 Segala Puji Bagi Allah, Rabb semesta alam.

Jawaban bagi kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” adalah “Alhamdulillahirabbil ‘alamin”. Jawaban bagi kesadaran seorang hamba atas kenikmatan yang di tumpah – ruahkan oleh Allah di dunia kepada yang beriman dan yang tidak beriman dan kepada yang beriman di akhirat dengan kekekalan, kebahagiaan yang kekal. Jawaban bagi mereka yang merenungkan itu pastilah memuji Allah Rabbul Alamin. “Alhamdulillahirabbil ‘alamin”, sering – seringlah minta kepada Allah Swt agar jiwa kita selalu asyik memuji Allah Swt dan dengan itu kehidupan kita semakin terpuji.

Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari bahwa ketika seorang hamba setelah ruku’ melakukan i’tidal ia mengucap “Sami’Allahu liman hamidah” Allah Maha Mendengar siapapun yang memuji-Nya. Memuji dengan hatinya atau dengan lisannya atau dengan keduanya atau dengan beribadah kepada-Nya yang juga bisa merupakan bentuk dari pujian kepada Allah. Atau dengan segala ketaatan yang ia jadikan sebagai bentuk pujiannya kepada Allah. Atau penyesalan dari dosa – dosanya ia jadikan sebagai bentuk terpujinya Allah pada dirinya. Karena aku ingin memuji-Mu dan mengagungkan-Mu Rabbiy, maka aku meninggalkan dosa – dosa. “SamiAllahu liman hamidah” Allah Maha Mendengar orang – orang yang memuji-Nya.

Lalu ucapan setelahnya “Rabbana lakal hamdu” Wahai Tuhan kami untuk-Mu segala pujian. Pujian – pujian yang agung untuk-Mu wahai Rabb.
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari Rasul saw bersabda “man waafaqa qaulahu wa qaulalmalaikat, ghufira lahu maa taqaddama min dzanbih” kalau seandainya ucapan “Rabbana lakal hamdu” itu bersamaan dengan ucapan para malaikat yang juga mengucapkan “Rabbana wa lakal hamdu” maka Allah ampuni dosanya yang telah lalu.
Kita bertanya, mana kita tahu? bersamaan atau tidak dengan para malaikat. Jadi malaikat itu diijinkan oleh Allah Swt dengan masing – masing tugas. Ada yang mengikuti dzikir, ada yang meng-aminkan doa, ada yang mengikuti ucapan – ucapan pujian kepada Allah. Ketika seseorang mengucapkan “SamiAllahu liman hamidah” dengan hatinya pun ia mengucapkan, Allah Maha Mendengar siapapun yang memuji-Nya maka malaikat memuji Allah saat itu.

Lalu ia mengucap “Rabbana lakal hamdu”, jika ia mengucapkan dengan hati dan sanubarinya itu dan bersamaan dengan ucapan para malaikat yang juga memuji-Nya “faghufira lahu maa taqaddama min dzanbih” QS. Al Fath : 2 diampuni dosanya yang telah lalu. Yang kita tanyakan berapa ribu kali ucapan “Rabbana lakal hamdu” yang sudah kita ucapkan tapi hati kita tidak mengucapkan. Padahal itu pengampunan Allah menunggu setiap kali I’tidal sebelum kita sujud, pengampunan Allah sudah lebih dahulu datang. Setelah Alfatihah, ruku’ lalu i’tidal sebelum sujud, kita sudah diampuni dosanya oleh Allah Swt, kalau kita menghadirkan makna. Demikian agungnya shalat.

Hadirin – hadirat, sebelum dahi sampai ke bumi merendahkan diri serendah – rendahnya kepada Allah, sudah tidak punya dosa lagi kita. Demikian indahnya aturan – aturan Ilahiyyah, demikian indahnya tuntunan Nabi Muhammad Saw. Dalam segala hal Allah menyediakan kemuliaan.

Ini hadits yang kita baca tadi, riwayat Shahih Bukhari “man ighbarrat qadamaahu fii sabiilillahi, harramahullahu ‘alannaar” barangsiapa yang kakinya berdebu (sampai berdebu) karena berjalan pada hal – hal yang diridhai Allah (di jalan Allah) maka Allah haramkan kakinya itu masuk neraka. Kalau kakinya tidak masuk neraka berarti tubuhnya juga tidak masuk neraka. Demikian hadirin – hadirat,
Al Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa hadits ini bukan hanya untuk yang berperang di jalan Allah saja tapi juga untuk yang melangkah menuju shalat jum’at. Karena ada riwayat Shahih Bukhari menyebutnya saat sahabat berjalan menuju shalat jum’at.
Dan juga dalam segala hal – hal yang diridhai Allah menuju hal – hal yang bersifat ibadah kepada Allah sampai berdebu kakinya maka kedua kakinya Allah haramkan masuk neraka. Lalu kita bertanya, apakah harus berjalan kaki menuju masjid? Tentu yang dimaksud bukanlah berjalan langkah – langkahnya tapi adalah usahanya untuk mencapai tempat yang diridhai Allah. Sampainya kita ke tempat ini semoga kita semua diharamkan oleh Allah dari api neraka. Amin

Demikian dahsyatnya Rahmat Ilahi, cuma sayangnya setelah sebagian dari mereka kakinya diharamkan oleh Allah dari api neraka, mereka kembali melangkah pada hal – hal yang dimurkai oleh Allah. Demikian keadaan manusia dalam siang dan malamnya. Beruntunglah mereka yang selalu menuju tempat yang mulia dan mengikuti sunnah Sang Nabi saw. Ia lebih mudah ke tempat yang mulia, majelis taklim, majelis dzikir, masjid dan lainnya. Hal – hal seperti ini menuju di jalan Allah dan tentunya bukan hanya itu tetapi bekerja, mencari nafkah, sekolah untuk mencari keridhaan orangtua, untuk mencari rezki, untuk mencari rezki yang halal atau berkhidmah kepada Islam, berkhidmah pada dakwah.
(misalnya kita berkata) Saya kuliah, kuliah itu saya tidak pernah lihat di hadits, tapi kuliah niatnya ibadah misalnya dalam hatinya begitu. Jadi tentunya kalau niat kuliahnya adalah untuk menjadi ahli ekonomi, biologi atau ahli fisika yang Islami, yang bisa mengalahkan mereka – mereka yang menghancurkan Islam maka setiap langkahnya “fisabilillah”.

Demikian pula bekerja, demikian pula berumah tangga, demikian pula dengan usaha. Jika niatnya baik “fa innamal kullu a’mal binnniyat innamal a’mal binniyat wa innama likullimri;in maa nawaa”. (yaitu sabda Nabi saw : sungguh semua amal itu tergantung niatnya, dan balasan Allah itu tergantung pada niatnya)
Getaran hati merubah satu hal yang hina menjadi mulia atau sebaliknya. Jalan menuju majelis dzikir, apa niatnya? Niatnya ibadah kepada Allah, maka ia mendapatkan kemuliaan ini. Jalan menuju majelis dzikir untuk memfitnah orang lain maka tentunya kembali kepada niatnya masing – masing. Demikian hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah.

Dalam hal ini banyak juga ditanyakan kepada saya membahas masalah pakaian di masjid. Tentang hal yang disebut “isbal” ini sedang ramai dibicarakan. Mereka – mereka yang bekerja di internet atau yang di sekolah mempertanyakan masalah ini. Isbal adalah menaikkan celana atau sarung harus diatas mata kaki. Karena yang menurunkannya di bawah mata kaki itu Allah murka padanya. Hadits riwayat Imam Ahmad dan lainnya. Hadirin, jadi setiap kali kerja, setiap kali sholat, setiap kali apapun pakaiannya harus diatas mata kaki. Ini pendapat keliru, karena bukan itu yang dimaksud oleh Sang Nabi. Allah tidak mau melihat (murka) wajah orang – orang yang memanjangkan celananya atau sarungnya dibawah mata kaki. Itu haditsnya.

Kalau sudah tidak dilihat oleh Allah, bagaimana mau masuk surga? dilihat saja tidak, berarti lebih daripada murka, Allah tidak mau melihat mereka. Siapa mereka? Hal ini bukan yang dimaksud seperti yang disampaikan sekarang ini karena ada lagi hadits riwayat Shahih Bukhari bahwa ketika Rasul saw mengucap ini, berkata Abu Bakar Ashshiddiq radiyallhu ‘anhu “ya Rasulullah sarungku melebihi mata kakiku jadi aku diantara mereka?” maka Rasul saw berkata “kau bukan yang bersama mereka (orang – orang yang tidak dilihat Allah)”. Maka Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan hadits ini menjadi dalil bahwa memanjangkan celana atau sarung dibawah mata kaki tidak diharamkan oleh Allah dan tidak pula makruh. Karena yang dimaksud adalah untuk kesombongan.

Jadi hadirin ini masalah hatinya. Di masa Nabi saw orang kaya dan orang miskin itu bisa dibedakan dengan memanjangkan celana atau sarungnya atau tidak? Kalau orang miskin, fuqara, buruh, orang – orang menengah ke bawah pasti sarung atau celananya diatas mata kaki. Kenapa? karena selalu berjalan kaki. Akan Kotor kalau seandainya panjang kainnya di bawah lutut. Sebaliknya orang kaya memanjangkan celananya atau sarungnya dibawah mata kaki sebagai tanda bahwa ia hampir tidak pernah berjalan ditanah, selalu diatas permadani, selalu diatas kuda oleh sebab itu dipanjangkan celananya atau sarungnya sebagai tanda nih..aku orang kaya, kira – kira begitu. Ini pemahaman dari perintah Nabi Saw.

Jadi yang diharamkan adalah memunculkan hal – hal yang menyombongkan kekayaannya atau menyombongkan hartanya atau menyombongkan dirinya bahwa ia bukan fuqara tapi ia orang kaya, ini yang diharamkan. Jadi demikian dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari. Buktinya Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq memanjangkan pakaiannya, celananya atau sarungnya dibawah mata kaki dan Rasul berkata “kau bukan dari golongan mereka yang tidak dilihat oleh Allah atau golongan yang dimurkai Allah”. Jadi jelas sudah bahwa yang dimaksud adalah hatinya. Kalau sarungnya dinaikkan sampai tengah – tengah dibawah lutut juga kalau hatinya sombong, tetap saja Allah murka padanya. Demikian hadirin masalah isbal. Ini sering ditanyakan di internet, di email, sms, surat, selalu ditanya. Saya katakan nanti saya jelaskan di majelis, Insya Allah.
Hadirin, demikian penjelaskan masalah isbal. Semoga Allah Swt menuntun kita dengan keadaan makmurnya para ulama dan shalihin. Karena kesalahpahaman seperti ini muncul dari semakin kurangnya ulama, semikin sedikitnya orang yang mengerti akhirnya

No comments:

Post a Comment