Wednesday, December 16, 2009

Bid'ah kan mengucapkan Sayyidina?

Kholil Abu Fateh December 17 at 10:18am Reply
Kelompok yang membawa jargon "Berantas TBC" yang belakangan semakin menyebar di masyarakat benar-benar tidak dapat ditolerir. Masa orang yang membaca "Sayyidina" dalam bacaan shalawat mereka klaim sebagai ahli bid'ah, sesat?!!! Ya kalau begitu namanya bukan memberantas TBC, tapi membuat TBC-TBC baru. Pengakuan bahwa mereka sebagai "Salafiyyah" jauh panggang dari api, mereka lebih cocok disebut "Talafiyyah" (Kaum Perusak).

Menambah kata "sayyid" sebelum menyebut nama Nabi jelas adalah perkara yang dibolehkan, karena kenyataannya Rasulullah memang Sayyid al 'Alamin ; penghulu dan pimpinan seluruh makhluk. Jika Allah dalam al Qur'an menyebut Nabi Yahya dengan firman-Nya:

... وَسَيّدًا وَحَصُوْرًا وَنَبِيًّا مِنَ الصّالِحِيْنَ

Padahal Nabi Muhammad lebih mulia daripada Nabi Yahya. Ini berarti mengatakan sayyid untuk Nabi Muhammad juga boleh, bukankah Rasulullah sendiri pernah mengatakan tentang dirinya:

أنَا سَيّدُ وَلدِ ءَادَم يَوْمَ القيامَة وَلا فَخْر (رواه الترمذي)

Maknanya : "Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat" (H.R. at-Turmudzi)
Jadi boleh mengatakan " اللهم صل على سيدنا محمد " meskipun tidak pernah ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah). Karena menyusun dzikir tertentu; yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur. Oleh karenanya sahabat Umar ibn al-Khattab, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, menambah kalimat talbiyah atas apa yang sudah diajarkan oleh Rasulullah. Kalimat talbiyah yang diajarkan Rasulullah adalah:

" لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك ، لا شريك لك "

Semantara Umar menambahkannya menjadi:

" لبيك اللهم لبيك وسعديك ، والخير في يديك، والرغباء إليك والعمل "

Kemudian pula sahabat Abdullah Ibn Umar, menambah kalimat tasyahhud menjadi:

" أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له "

Ibn Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha…”, artinya; “Saya yang menambahkan “Wahdahu La Syarika Lah…” (H.R. Abu Dawud)
Karena itulah al Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al Bari , Juz. II, hlm. 287 ketika menjelaskan hadits Rifa'ah ibn Rafi', Rifa'ah mengatakan: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku' beliau membaca: سمع الله لمن حمده , salah seorang makmum mengatakan: " ربنا ولك الحمد حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه " ,maka ketika sudah selesai shalat Rasulullah bertanya: "Siapa tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?" , Orang itu lalu menjawab: “Saya”. Lalu Rasulullah berkata:

" رأيت بضعة وثلاثين ملكا يبتدرونها أيهم يكتبها أول"

Maknanya : "Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya".

al Hafizh Ibn Hajar mengatakan : "Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan;
• Kebolehan di dalam shalat untuk menyusun dzikir yang tidak ma'tsur selama tidak menyalahi yang ma'tsur.
• Kebolehan mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang di dekatnya.
• Dan bahwa orang yang bersin ketika shalat boleh baginya untuk mengucapkan al Hamdulillah tanpa ada kemakruhan sedikitpun".

Dengan demikian maka mengucapkan" اللهم صل على سيدنا محمد " dalam bacaan shalawat, dengan menambahkan kata ”Sayyidina”, adalah perkara yang boleh, sesuai dengan dasar syari’at dan tidak bertentangan dengannya.

No comments:

Post a Comment