Tuesday, September 29, 2009

aqidah ahlusunnah wal jamaah

c









1
www.darulfatwa.org.au



















2
www.darulfatwa.org.au













Pengantar Penerbit

3
www.darulfatwa.org.au




Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah atas
Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Seiring dengan merebaknya berbagai paham yang menyimpang
di kalangan masyarakat kita, seperti tasybih (menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya), takfir (pengkafiran) tanpa alasan, penolakan
dan pengingkaran terhadap empat madzhab dan lain-lain, maka
pemahaman dan pengajaran aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah harus
kembali ditekankan. Karena aqidah ini adalah aqidah mayoritas umat
Islam, dari masa Rasulullah hingga kini, aqidah golongan yang selamat
(al Firqah an-Najiyah). Karena itulah para ulama empat madzhab
menulis berbagai karya, dari mulai tulisan mukhtasharat (ringkasan)
hingga muthawwalat (buku-buku besar) dalam menerangkan aqidah
Ahlussunnah ini (seperti bisa dilihat dalam kutipan-kutipan buku ini).
Aqidah sunniyyah adalah aqidah yang telah disepakati
kebenarannya oleh segenap kaum muslimin di seluruh penjuru bumi.
Aqidah inilah aqidah yang telah dibawa oleh Rasulullah dan para
sahabat. Aqidah ini kemudian dijelaskan kembali berikut dengan dalil-
dalil naqli dan aqli serta bantahan terhadap golongan-golongan yang
menyempal oleh dua imam besar; al Imam Abu al Hasan al Asy’ari
dan Al Imam Abu Manshur al Maturidi -semoga Allah meridlai
keduanya-. Akhirnya pada awal abad IV H Ahlussunnah dikenal
dengan nama baru al Asya’irah dan al Maturidiyyah. Mereka adalah
mayoritas umat yang tergabung dalam pengikut madzhab empat.
Sesuatu yang patut disayangkan adalah merebaknya paham-
paham yang berseberangan dengan aqidah Ahlussunnah dengan klaim
sebagai Ahlussunnah. Seperti paham yang mengatakan bahwa Allah
bersemayam di atas ‘Arsy atau Kursi (sebagian mereka menyatakan di
langit), mengharamkan ziarah kubur, memusyrikkan orang yang
bertawassul, menyatakan semua bid’ah (hal yang tidak disebut secara

4
www.darulfatwa.org.au


eksplisit dalam al Qur’an dan Sunnah) adalah sesat, dan banyak hal
lainnya. Bahkan pada kurun terakhir ini telah timbul paham baru –
mengikut paham salah satu sub sekte Khawarij– yang mengkafirkan
penduduk suatu negara yang tidak memakai syariat Islam. Mereka
mengkafirkan semua orang, baik yang duduk dalam pemerintahan
negara tersebut maupun rakyat biasa. Paham-paham inilah yang mulai
merebak di masyarakat kita. Paham-paham yang jelas-jelas menyalahi
apa yang telah disepakati oleh Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Buku ini semoga menjadi penawar bagi kegelisahan–
kegelisahan. Kandungan buku ini adalah sesuatu yang telah disepakati
kebenarannya di kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Referensi yang
menjadi rujukannya adalah semua kitab-kitab mu’tabar yang beredar di
kalangan Ahlussunnah. Beberapa rekomendasi para ulama kami
cantumkan sebagai apresiasi dan persetujuan mereka terhadap isi buku
ini yang memang tidak menyimpang sedikitpun dari jalur Ahlussunnah
Wal Jama’ah yang secara berkesinambungan diwarisi oleh masyarakat
muslim Indonesia dari generasi ke generasi.
Wabillah at-Taufiq .

Lembaga LITBANG
Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah
(SYAHAMAH)
Jakarta, 1 Agustus 2003










5
www.darulfatwa.org.au










Pengantar
Ulama Sunni Indonesia
















K.H. Muhammad Syafi’i Hadzami
Mantan Ketua Umum MUI Prop. DKI Jakarta
dan Pimpinan Perguruan Islam AL ’ASYIROTUS SYAFI’IYYAH
JAKARTA




6
www.darulfatwa.org.au



















Saya telah menelaah risalah berharga ini, yang berjudul Aqidah
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Saya merasa senang dengan adanya
risalah ini, ia merupakan obat dan kesembuhan bagi generasi muda
muslim. Risalah ini sekalipun ringkas tetapi maknanya luas dan
bermanfaat. Maka kami menasehatkan kepada segenap penuntut ilmu
untuk memiliki, mempelajari dan mengajarkannya. Dan Allah Maha
pemberi taufiq.










K.H. Mundzir Tamam, M.A
Ketua Umum MUI Prop. DKI Jakarta sekarang





7
www.darulfatwa.org.au












Sebagai umat Islam yang dalam kehidupan beragamanya
menganut faham Ahlussunnah Wal Jama'ah, diperlukan untuk
mengetahui lebih banyak faham tersebut, baik aqidah, syari'ah
maupun tasawwufnya.
Buku yang berjudul "Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah"
ini baik sekali untuk dibaca dalam rangka mendalami faham Islam
yang benar tersebut.
Dengan memahami kandungan buku ini, pembaca juga tidak
akan terpengaruh oleh faham-faham lain yang menyesatkan. Buku
" Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah" ini disusun oleh ulama yang
ahli sehingga dapat dipercaya.










K.H.M. Irfan Zidny, M.A
Almarhum pada masa hidupnya adalah
Rektor Institut Agama Islam al Aqidah, Kayu Manis Jakarta
dan salah satu Rais Syuriah PBNU Jakarta





8
www.darulfatwa.org.au








:
















































































































]


:
3
[

Maknanya: "Pada hari ini telah Aku (Allah) sempurnakan agamamu
(kaidah-kaidah agama) dan telah Aku sempurnakan nikmatKu atas
kalian dan aku rela bagi kalian Islam sebagai agama" (Q.S. al
Maidah: 3)








:













































































































































Maknanya: "Dan sesungguhnya umat ini (Umat Islam) akan terpecah
menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua di neraka (sesat) dan
satu golongan di surga, mereka adalah al Jama'ah (mayoritas umat
Islam). (H.R. Abu Dawud)
Umat Islam Indonesia dalam menjalankan ajaran agamanya baik
aqidahnya, syari'atnya (peribadatan, perkawinan dan mu'amalat) dan
tasawwuf atau akhlaknya mengikuti faham Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Buku yang ada pada pembaca ini berisi prinsip-prinsip faham
Ahlussunnah Wal Jama'ah, perlu dibaca, difahami dan diamalkan oleh
pengikutnya maupun umat Islam pada umumnya.
Sekarang beredar buku-buku yang mengandung faham yang
oleh Ahlussunnah Wal Jama'ah dianggap sesat seperti Mu'tazilah,

9
www.darulfatwa.org.au



Syi'ah, Ahmadiyah dan lain-lain. Belum lagi buku-buku yang ditulis
oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) tentang masalah-masalah keislaman.
Dengan membaca buku yang ada pada pembaca tentang faham
Ahlussunnah Wal Jama'ah ini umat Islam dapat diselamatkan dari
faham-faham yang tidak benar terutama masalah aqidah.




Selamat membaca, semoga mendapat petunjuk Allah, Amin.









K.H. Saifuddin Amsir
Rais Syuriyah PBNU Jakarta.






10
www.darulfatwa.org.au









Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam menyatakan dalam
sabdanya:




































































































)












(

Maknanya: "Jangan kamu tangisi agama ini apabila masih ditangani
oleh ahlinya, namun tangisilah agama ini apabila ditangani oleh orang
yang bukan ahlinya" (H.R. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Aqidah adalah pokok ajaran Islam, sepanjang aqidah yang
diyakini umat Islam itu lurus dan benar, maka sepanjang itu pulalah
agama yang hak ini menjamin keselamatan pemeluknya di dunia dan
di akhirat.
Manakala hal yang penting ini diurus oleh orang yang bukan
ahlinya, al Islam sebagai satu-satunya agama yang diterima oleh Allah,
justru akan menjadi rusak ketimbang menjadi lebih baik untuk
difahami dan diyakini.
Risalah "Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah" ini adalah
pemaparan tentang aqidah yang wajib difahami dan diyakini oleh
setiap muslim baik dari kalangan awamnya maupun dari kalangan
cendekiawannya. Karena dalam risalah tersebut dijelaskan perkara-
perkara dalam aqidah yang terpenting secara sederhana dan menjauhi
pelik-pelik aqidah. Dengan demikian risalah ini menjadi risalah
(tulisan) yang dapat dihayati dan sangat layak dibaca oleh siapa saja
yang ingin menyelamatkan aqidahnya.

11
www.darulfatwa.org.au



Semoga Allah melimpahkan pahala yang besar kepada penyusun
risalah ini atas usahanya, serta kiranya Allah memperbanyak orang-
orang yang mau mengikuti langkah-langkah mulia ini dalam membela
aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Jakarta, 9 Juni 2003












H. Fathur Rahman Baidhawi, Lc.
Rektor INISA Tambun, Bekasi.




12
www.darulfatwa.org.au






















Mayoritas pemeluk agama Islam di Indonesia menganut aqidah
Ahlussunnah Wal Jama'ah. Bahkan aqidah ini dianut oleh sebagian besar
kaum muslimin di dunia.
Ketika Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya tentang
siapakah satu golongan yang selamat dari neraka, beliau menjawab:
yaitu golongan yang berpegang pada aqidah yang aku dan
sahabat-sahabatku berpegang teguh kepadanya (H.R. at-Tirmidzi).
Dan ketika Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya tentang
siapakah satu golongan yang masuk surga sedangkan golongan-
golongan yang lain masuk neraka, beliau menjawab: satu golongan
yang masuk surga itu adalah Ahlussunnah Wal Jama'ah (H.R. Imam
ath-Thabarani).
Buku yang berjudul "Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah"
dan disertai dengan dalil naqli dan aqli ini sangat besar faedahnya
untuk memberikan pengertian tentang Ahlussunnah Wal Jama'ah dan
juga untuk membentengi pemeluk agama Islam Indonesia yang
sebagian besar berhaluan Ahlussunnah Wal Jama'ah dari faham-
faham dan aqidah lain yang dianggap oleh Ahlussunnah Wal Jama'ah
itu sendiri sebagai faham yang sesat. Buku ini juga sebelum naik cetak
pernah diseminarkan di Forum Senat Mahasiswa Fakultas Adab
INISA.
Institut Agama Islam Shalahuddin al Ayyubi (INISA) Tambun
Bekasi menyambut dengan baik terbitnya buku ini, semoga buku yang
disusun dengan bahasa dialog yang mudah difahami dapat dibaca
dengan cermat oleh seluruh lapisan masyarakat Islam Indonesia.

13
www.darulfatwa.org.au



Akhirnya, mudah-mudahan Allah ta'ala memberikan petunjuk
kepada hamba-hamba-Nya ke jalan yang lurus, Amin.

Tambun Bekasi, 25 Mei 2003
Rektor INISA

H. Fathur Rahman Baidhawi, Lc.

















K.H.Mahfudz Asirun
Pengasuh Pondok Pesantren Mirqot Ilmiyah AL ITQON
Duri Kosambi, Cengkareng-Jakarta Barat








14
www.darulfatwa.org.au


























Buku yang ada pada tangan anda ini adalah penjelasan ringkas
tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah dengan dalil-dalil yang
bersumber dari al Qur'an, Sunnah, Ijma' dan perkataan para ulama.
Umat Islam sekarang ini sangat membutuhkan penjelasan
aqidah semacam ini, dikarenakan banyaknya sekte-sekte baru yang
sesat dan berkedok Islam seperti kelompok Musyabbihah (yang
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), Mujassimah (meyakini
bahwa Allah merupakan benda), Mu'aththilah (menafikan keberadaan
Allah), Wahdatul Wujud (meyakini bahwa Allah inti dari alam
sedangkan makhluk adalah bagian dari Allah), Hulul (meyakini bahwa
Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan lain-lain. Begitu juga
mereka yang mengharamkan istighatsah, bertawassul dengan para nabi
dan orang-orang shalih, bertabarruk dengan peninggalan-peninggalan
nabi dan orang-orang shaleh, kesemuanya ini oleh umat Islam
dianggap sesat karena telah menyimpang dari jalan kebenaran.
Lewat buku yang singkat dan padat ini penulis mencoba untuk
membantah kesesatan-kesesatan kelompok yang telah disebutkan di
atas. Dan buku ini juga sangat bermanfaat bagi kaum muslimin yang
butuh mengenal lebih jauh kelompok yang dijamin keselamatannya
dari neraka yaitu Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Berbahagialah mereka yang berpegang teguh kepada aqidah
Ahlussunnah Wal Jama'ah dan surga adalah tempat kembalinya untuk
selama-lamanya. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah shallallahu
'alayhi wasallam bersabda:


15
www.darulfatwa.org.au



"

) "

(


Maknanya: "Barangsiapa yang mengharapkan tempat yang lapang di
surga maka hendaknya dia menetap bersama al Jama'ah (Ahlussunnah
Wal Jama'ah)" (H.R. at-Tirmidzi)
Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk tetap
berpegangteguh dalam kebenaran, aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah,
Amin.

Cengkareng, 30 mei 2003











K.H. Drs. Ahmad Masduqi Mahfudz
Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur, Ketua MUI Jawa Timur dan Pengasuh



Pon-Pes. Nurul Huda, Malang-Jawa Timur

16
www.darulfatwa.org.au



















Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah al Firqah an-Najiyah (golongan
yang selamat) dari golongan-golongan yang ada dalam Islam. Untuk
itu, penting sekali bagi seluruh umat Islam di manapun berada
mengetahui dan memahaminya dengan baik. Terlebih dengan
banyaknya kelompok-kelompok yang tidak jelas aqidah dan
thariqahnya mengklaim dirinya adalah Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Telah banyak buku yang menjelaskan tentang aqidah
Ahlussunnah Wal Jama'ah, namun begitu saya telah membaca buku
ini, yang meskipun kecil namun memuat banyak hal yang perlu
diketahui tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah. Cara
penyajiannya yang ditulis dengan model tanya jawab mempermudah
para pembaca untuk memahaminya dengan baik.
Saya berharap buku ini menjadi buku panduan bagi pemuda
muslim di manapun saja berada agar selalu terjaga dari aqidah yang
sesat di tengah godaan duniawi yang begitu hebatnya.
Semoga Allah membalas jerih payah penyusun buku ini dengan
pahala yang berlipat ganda. Dan semoga Allah juga memberikan
hidayah dan petunjuk bagi mereka yang membaca dan ikut
menyebarkan buku ini.

Malang, 19 mei 2003

17
www.darulfatwa.org.au





Habib Syekh Ibnu Ahmad al Musawa









Kami telah menelaah kitab aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah
ini, maka kami mendapatkan kitab tersebut sesuai dengan apa yang
diyakini oleh Ahlussunnah Wal Jama'ah di seluruh negara, dan di
dalamnya ada pengetahuan (ma'lumat) yang sangat penting dan sangat
dibutuhkan oleh setiap siswa dan mahasiswa. Barang siapa yang
memahaminya dengan sebenarnya ia akan dapat membedakan antara
Ahlussunnah dan aliran atau faham-faham yang lainnya.
kitab ini dan menyebarkan di seluruh lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia karena kitab ini adalah benteng bagi para pemuda
Ahlussunnah Wal Jama'ah.










Nasehat saya agar setiap siswa dan mahasiswa untuk membaca


18
www.darulfatwa.org.au





Tuan Khalifah Syaufi Madlawan
Pendiri Pondok Pesantren Dar Ahlussunnah Wal Jama'ah Kubu Riau








Kami keluarga besar pondok pesantren Dar Ahlussunnah Wal
Jama'ah merasa gembira dan berbangga hati serta bersyukur sedalam-
dalamnya atas terbitnya buku aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Karena buku ini memuat hal-hal yang paling utama dan pertama
dalam kehidupan manusia, yakni pengetahuan terhadap Allah dan
Rasul-Nya. Buku ini juga merupakan perisai bagi setiap muslim untuk
melindungi aqidahnya dari faham-faham sesat (Wahhabiyyah, Hizb al
Ikhwan dan Hizb at-Tahrir) yang sedang merajalela dalam dekade
belakangan ini karena buku ini dalam setiap ulasannya menyertakan
dalil maupun hujjah yang sangat sesuai dengan al Qur'an, hadits dan
ijma' para ulama.
Dengan diterbitkannya buku "Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama'ah" ini, kami juga bisa bernafas setelah sekian lama menahan
nafas melihat lambannya atau bahkan terhentinya sama sekali
penerbitan buku-buku yang berfaham Ahlussunnah Wal Jama'ah,
dengan harapan semoga buku ini menjadi motifator bagi muncul dan
ramainya buku-buku yang sesuai dengan aqidah Ahlussunnah Wal
Jama'ah, Amin.
Mengakhiri sambutan ini kami pesankan kepada seluruh umat
Islam jangan sampai mengabaikan ataupun melewatkan buku ini
begitu saja, mengingat urgennya aqidah yang benar dalam hidup dan

19
www.darulfatwa.org.au


kehidupan ini, dan semakin bahayanya faham-faham yang
disebarluaskan oleh orang-orang yang berbaju Islam. Maka melalui
buku ini kami yakin dan percaya kita akan lebih mantap dalam
memahami agama ini.

Riau, 15 Rabi' al Awwal 1423 H
17 Mei 2003


























20
www.darulfatwa.org.au





Drs.H. Muhammad Khotbah Arrafie
Pengasuh Pondok Pesantren HUBBUL WATHAN-RIAU.



Allah ta'ala berfirman dalam al Qur'an dalam surat al Isra ayat
36 yang berbunyi:
















































































































]


:
36
[

Maknanya: "Jangan kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak ada
ilmu (pengetahuan) tentang itu, sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati semuanya akan dipertanggungjawabkan (di akhirat)" (Q.S. al
Isra: 36)
Satu di antara sendi yang fundamental di dalam Islam adalah
aqidah (Tauhid) yang merupakan asas di mana seorang muslim
berbuat, bertindak dan berprilaku yang didasarkan kepada aqidah
tersebut. Kebenaran sebuah aqidah akan beraplikasi terhadap
kebenaran tindakan, perbuatan dan perkataan seorang muslim.
Sebaliknya kebatilan sebuah aqidah akan juga melahirkan kebatilan
tindakan, perbuatan dan perkataan seorang muslim.
Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai salah satu faham yang sangat
hati-hati terhadap pengkajian aqidah ini mengetengahkan pembahasan
yang sesuai dengan apa yang digariskan al Qur'an dan Sunnah.
Ahlussunnah Wal Jama'ah juga mengetengahkan berbagai argumentasi
yang menolak faham-faham yang bertentangan dengan syari'at Allah
dan Rasul-Nya. Dengan argumentasi logis ('aqliyyah) yang disandarkan
kepada firman Allah (naqliyyah) aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah

21
www.darulfatwa.org.au


berdiri tegak mempertahankan kebenaran aqidah yang telah banyak
disusupi oleh aliran-aliran dan pemahaman yang keliru bahkan salah
dari madzhab-madzhab lainnya.
Buku kecil ini merupakan standar bagi pemula untuk
mengenal secara sederhana I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah disamping
diselingi berbagai hukum kemasyarakatan yang perlu diketahui oleh
seorang muslim. Meskipun sederhana namun isinya sudah dapat
dijadikan bekal bagi seorang muslim untuk membekali dirinya dengan
pemahaman yang benar. Sebelum buku ini, di Pondok Pesantren juga
telah dipelajari buku Allah Maujud bila Makan (Allah ada tanpa tempat)
sebagai buku standar untuk mempelajari aqidah Ahlussunnah Wal
Jama'ah. Dan insya Allah buku ini juga akan dijadikan sebagai lanjutan
dari buku sebelumnya. Semoga upaya ini mendapatkan berkah dari
Allah ta'ala, Wassalam.

Riau, 28 Mei 2003


















22
www.darulfatwa.org.au


K.H. Tengku Zulkarnain
Ketua Yayasan Ahlussunnah Wal Jama'ah Sumatera Utara dan Aceh, Wakil
Ketua Majelis Fatwa Ormas Islam Mathla'ul Anwar, Ketua Penasehat
Yayasan Al Hakim Menteng Jakarta Pusat.




Telah lama pengajaran dan pengembangan faham Ahlussunnah
Wal Jama'ah beredar serta telah berurat berakar dalam kehidupan
beragama masyarakat Islam di Indonesia. Ratusan buku dan risalah
telah ditulis oleh para ulama baik yang berasal dari Indonesia sendiri
atau dari luar negeri.
Namun akhir-akhir ini, kelihatannya hampir semua toko buku
yang ada di tanah air sudah didominasi oleh faham dari kelompok lain
di luar Ahlussunnah Wal Jama'ah. Anehnya faham-faham baru ini
justru mengaku sebagai penganut dan pembela faham Ahlussunnah
Wal Jama'ah itu sendiri. Padahal kebanyakan aqidah mereka justru
terpengaruh oleh faham Mujassimah, Musyabbihah, khawarij, Ahmadiyah
dan lain-lain di luar faham Ahlussunnah.
Bahkan ada beberapa buku yang berisikan fitnah dengan
mengatakan bahwa faham al Asy'ari dan al Maturidi yang selama ini
menjadi anutan lebih 90 % muslim di Indonesia adalah faham sesat
yang menafikan sifat-sifat Allah. Na'udzubillah! Padahal Syaikh besar
mereka Ibnu Katsir justru mengakui kedua faham ini adalah faham
sunny yang murni.
Ada juga buku mereka yang mengatakan, bahwa pendekatan
ilmu aqidah pada al Asy'ari dan al Maturidi adalah pendekatan ilmu
kalam (tauhid) yang tidak berdasarkan al Qur'an dan Sunnah dan
hanya berdasarkan akal semata.
Buku ini insya Allah meskipun kecil namun cukup untuk
menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa faham yang selama ini kita

23
www.darulfatwa.org.au


anut justru disokong penuh oleh al Qur'an dan Sunnah, bukan
berdasarkan akal semata. Dengan demikian tuduhan dan fitnah yang
mereka sebarkan selama ini dapat terpadamkan.
Kami berharap kiranya para ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah
segera terpanggil untuk menulis dan menterjemahkan lebih banyak
lagi kitab-kitab yang membela dan menegakkan faham kita sebagai
warisan berharga untuk anak cucu. Wassalam!











24
www.darulfatwa.org.au





Muqaddimah












25
www.darulfatwa.org.au


Siapakah
Ahlussunnah Wal Jama’ah ?




Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat
Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang
dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:























































..."





"

)

(


Maknanya: "…maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di
surga hendaklah berpegang teguh pada al Jama’ah; yakni berpegang teguh
pada aqidah al Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim,
dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih)
Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah,
Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam yang agung Abu al Hasan
al Asy’ari (W 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi (W 333 H) -semoga
Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah
yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka,
dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al Qur’an dan al
hadits) dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan
terhadap syubhah-syubhah (sesuatu yang dilontarkan untuk
mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan
lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah dinisbatkan kepada
keduanya. Mereka (Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al
Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari) dan al Maturidiyyun (para pengikut

26
www.darulfatwa.org.au


al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al Asy’ari dan al Maturidi
dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu.
Al Hafizh Murtadla az-Zabidi (W 1205 H) dalam al Ithaf juz II
hlm. 6, mengatakan: “Pasal Kedua: "Jika dikatakan Ahlussunnah Wal
Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah”.
Mereka adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas).
Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab
Maliki, para pengikut madzhab Hanafi dan orang-orang utama dari
madzhab Hanbali (Fudhala’ al Hanabilah). Sedangkan Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas
ummatnya tidak akan sesat. Alangkah beruntungnya orang yang
senantiasa mengikuti mereka.
Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam
mengetahui aqidah al Firqah an-Najiyah yang merupakan golongan
mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia
disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah
shallalllahu ‘alayhi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan,
beliau menjawab:




"










"


)

(


Maknanya: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. al
Bukhari)
Sama sekali tidak berpengaruh, ketika golongan Musyabbihah mencela
ilmu ini dengan mengatakan ilmu ini adalah ‘ilm al Kalam al Madzmum
(ilmu kalam yang dicela oleh salaf). Mereka tidak mengetahui bahwa
‘ilm al Kalam al Madzmum adalah yang dikarang dan ditekuni oleh
Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah semacam mereka.
Sedangkan ‘ilm al Kalam al Mamduh (ilmu kalam yang terpuji) yang
ditekuni oleh Ahlussunnah, dasar-dasarnya sesungguhnya telah ada di
kalangan para sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan

27
www.darulfatwa.org.au


membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para sahabat.
Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- membantah golongan Khawarij
dengan hujjah-hujjahnya. Beliau juga membungkam salah seorang
pengikut ad-Dahriyyah (golongan yang mengingkari adanya pencipta
alam ini). Dengan hujjahnya pula, beliau mengalahkan empat puluh
orang Yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau
juga membantah orang-orang Mu’tazilah. Ibnu Abbas -semoga Allah
meridlainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan
hujjah-hujjahnya. Ibnu Abbas, al Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -
semoga Allah meridlai mereka semua- juga telah membantah kaum
Mu’tazilah. Dari kalangan Tabi’in; al Imam al Hasan al Bishri, al Imam
al Hasan ibn Muhammad ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan
khalifah ‘Umar ibn Abd al 'Aziz -semoga Allah meridlai mereka- juga
telah membantah kaum Mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulama-
ulama salaf lainnya, terutama al Imam asy-Syafi’i -semoga Allah
meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah, demikian pula
al Imam Abu Hanifah, al Imam Malik dan al Imam Ahmad -semoga
Allah meridlai mereka- sebagaimana dituturkan oleh al Imam Abu
Manshur al Baghdadi (W 429 H) dalam Ushul ad-Din, al Hafizh Abu
al Qasim ibn ‘Asakir (W 571 H) dalam Tabyin Kadzib al Muftari, al
Imam az-Zarkasyi (W 794 H) dalam Tasynif al Masami’ dan al
'Allaamah al Bayadli (W 1098 H) dalam Isyaraat al Maram dan lain-
lain.
Telah banyak para ulama yang menulis kitab-kitab khusus
mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah
al 'Aqidah ath-Thahawiyyah karya al Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-
Thahawi (W 321 H), kitab al ‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al Imam
‘Umar an-Nasafi (W 537 H), al ‘Aqidah al Mursyidah karangan al Imam
Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W 630 H), al 'Aqidah ash-Shalahiyyah yang
ditulis oleh al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Makki (W 599 H);
beliau menamakannya Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul, kemudian

28
www.darulfatwa.org.au


menghadiahkan karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al Ayyubi
(W 589 H) -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat tertarik dengan
buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan sampai
kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut
kemudian dikenal dengan sebutan al 'Aqidah ash-Shalahiyyah.
Sulthan Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab
Syafi’i, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al 'Aqidah
as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzdzin untuk
mengumandangkan al 'Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum
adzan Shubuh) pada setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam
(Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah,
sebagaimana dikemukakan oleh al Hafizh as-Suyuthi (W 911 H) dalam
al Wasa-il ila Musamarah al Awa-il dan lainnya. Sebagaimana banyak
terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam menjelaskan al 'Aqidah
as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus berlangsung.











Bab I

29
www.darulfatwa.org.au



Penjelasan Ringkas
Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama'ah
















Penjelasan Ringkas
Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah


30
www.darulfatwa.org.au




Allah Ada Tanpa Tempat dan Arah


1
.

:











]

:
11
[



Allah ta'ala berfirman: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun
dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak
ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur'an yang
menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya.
Ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi
atas dua bagian; yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi
menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah
mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al Jawhar al
Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jisim).
Benda yang terakhir ini terbagi menjadi dua macam;
1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan,
seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.
2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti
manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.
Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah,
bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan
sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta'ala
tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard,
juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati
dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk
dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena
seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak
yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki

31
www.darulfatwa.org.au


dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang
demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang
menjadikannya dalam dimensi tersebut.



2
.


:
"
















"

)



(


Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada
azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-
Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).
Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa
permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal
belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'Arsy, langit, manusia, jin,
malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum
terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada
keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa
tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru
(makhluk).
Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
"Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum
ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan
belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala
sesuatu".
Al Imam Fakhruddin ibn 'Asakir (W. 620 H) dalam risalah
aqidahnya mengatakan : "Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-
Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan
belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan
"Kapan ada-Nya ?", "Di mana Dia ?" atau "Bagaimana Dia ?", Dia ada
tanpa tempat".

32
www.darulfatwa.org.au


Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa
tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal
akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya
tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah.
Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-
Shifat, hlm. 506, mengatakan: "Sebagian sahabat kami dalam
menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah
shalllallahu 'alayhi wa sallam:

3
.



:
"








































"

)





(



Maknanya: "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan
akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al
Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-
Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).
Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di
bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat".

Hadits Jariyah
Sedangkan salah satu riwayat hadits Jariyah yang zhahirnya mem-
beri persangkaan bahwa Allah ada di langit, maka hadits tersebut tidak
boleh diambil secara zhahirnya, tetapi harus ditakwil dengan makna
yang sesuai dengan sifat-sifat Allah, jadi maknanya adalah Dzat yang
sangat tinggi derajat-Nya sebagaimana dikatakan oleh ulama
Ahlussunnah Wal Jama'ah, di antaranya adalah al Imam an-Nawawi
dalam Syarh Shahih Muslim. Sementara riwayat hadits Jariyah yang
maknanya shahih adalah:


33
www.darulfatwa.org.au


4
.























































:





















































:



























:




:

















:











:





















:




:






.


Al Imam Malik dan al Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya
salah seorang sahabat Anshar datang kepada Rasulullah
Shallallahu 'alayhi wasallam dengan membawa seorang hamba
sahaya berkulit hitam, dan berkata: "Wahai Rasulullah
sesungguhnya saya mempunyai kewajiban memerdekakan seorang hamba
sahaya yang mukmin, jika engkau menyatakan bahwa hamba sahaya ini
mukminah maka aku akan memerdekakannya, kemudian Rasulullah
berkata kepadanya: Apakah engkau bersaksi tiada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah? Ia (budak) menjawab: "Ya",
Rasulullah berkata kepadanya: Apakah engkau bersaksi bahwa saya
adalah Rasul (utusan) Allah? Ia menjawab: "Ya", kemudian
Rasulullah berkata: Apakah engkau beriman terhadap hari
kebangkitan setelah kematian? ia menjawab : "Ya", kemudian
Rasulullah berkata: Merdekakanlah dia".
Al Hafizh al Haytsami (W. 807 H) dalam kitabnya Majma' az-
Zawa-id Juz I, hal. 23 mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih". Riwayat
inilah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar ajaran Islam,
karena di antara dasar-dasar Islam bahwa orang yang hendak masuk
Islam maka ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat, bukan yang
lain.

34
www.darulfatwa.org.au



Tidak Boleh dikatakan Allah ada di atas 'Arsy atau ada di
mana-mana
Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari di atas
perkataan sayyidina Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya-:
























































5
.




:
"












"

)

/

:
333
(


Maknanya: "Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia
(Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada
tanpa tempat" (Dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al
Baghdadi dalam kitabnya al Farq bayna al Firaq h. 333).
Karenanya tidak boleh dikatakan Allah ada di satu tempat atau
di mana-mana, juga tidak boleh dikatakan Allah ada di satu arah atau
semua arah penjuru. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani (W. 973 H)
dalam kitabnya al Yawaqiit Wa al Jawaahir menukil perkataan Syekh Ali
al Khawwash: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ada di mana-mana".
Aqidah yang mesti diyakini bahwa Allah ada tanpa arah dan tanpa
tempat.






























































.




6


" :































"
)


/

:
333
(

Al Imam Ali -semoga Allah meridlainya- mengatakan yang

maknanya: "Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy (makhluk Allah yang
paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk

35
www.darulfatwa.org.au


menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya" (diriwayatkan oleh Abu Manshur
al Baghdadi dalam kitab al Farq bayna al Firaq, hal. 333)



































































7
.





":





















































"
)




/

:
98
(

Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- juga mengatakan yang

maknanya: "Sesungguhnya yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh
dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaan tentang tempat), dan yang
menciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya
bagaimana" (diriwayatkan oleh Abu al Muzhaffar al Asfarayini dalam
kitabnya at-Tabshir fi ad-Din, hal. 98)

A llah Maha suci dari Hadd










































































8
.












































































































































































.

Maknanya: Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu
yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil
maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka
adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang
terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai
ukuran demikian juga 'Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing
mempunyai ukuran.


36
www.darulfatwa.org.au




































































.



9



" :



















"

)

(


Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata yang
maknanya: "Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita
berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum
beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H)
dalam Hilyah al Auliya', juz I hal. 72).
Maksud perkataan sayyidina Ali tersebut adalah sesungguhnya
berkeyakinan bahwa Allah adalah benda yang kecil atau berkeyakinan
bahwa Dia memiliki bentuk yang meluas tidak berpenghabisan
merupakan kekufuran.
Semua bentuk baik Lathif maupun Katsif, kecil ataupun besar
memiliki tempat dan arah serta ukuran. Sedangkan Allah bukanlah
benda dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda, karenanya ulama
Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan: "Allah ada tanpa tempat
dan arah serta tidak mempunyai ukuran, besar maupun kecil".
Karena sesuatu yang memiliki tempat dan arah pastilah benda. Juga
tidak boleh dikatakan tentang Allah bahwa tidak ada yang mengetahui
tempat-Nya kecuali Dia. Adapun tentang benda Katsif bahwa ia
mempunyai tempat, hal ini jelas sekali. Dan mengenai benda lathif
bahwa ia mempunyai tempat, penjelasannya adalah bahwa ruang
kosong yang diisi oleh benda lathif, itu adalah tempatnya. Karena
definisi tempat adalah ruang kosong yang diisi oleh suatu benda.

































































10
.









































































:
"

































































"


" :








"


:

37
www.darulfatwa.org.au








































"






"
.

)



(


Al Imam As-Sajjad Zayn al 'Abidin 'Ali ibn al Husain ibn 'Ali
ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : "Engkaulah Allah yang tidak
diliputi tempat", dan dia berkata: "Engkaulah Allah yang Maha suci dari
hadd (benda, bentuk, dan ukuran)", beliau juga berkata : "Maha suci
Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh" yakni bahwa Allah tidak
menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh
oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda. Allah
Maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku
jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan
Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al
Ithaf dengan rangkaian sanad muttashil mutasalsil yang kesemua
perawinya adalah Ahl al Bayt; keturunan Rasulullah).
Hal ini juga sebagai bantahan terhadap orang yang berkeyakinan
Wahdatul Wujud dan Hulul.

Bantahan Ahlussunnah terhadap Keyakinan Tasybih; bahwa
Allah bertempat, duduk atau bersemayam di atas 'Arsy

































































11
.




" :












































"
)



(


38
www.darulfatwa.org.au























































































































































" :



























































"
.

Al Imam Abu Hanifah -semoga Allah meridlainya- berkata :

"Barangsiapa yang mengatakan saya tidak tahu apakah Allah berada di
langit ataukah berada di bumi maka dia telah kafir". (diriwayatkan oleh al
Maturidi dan lainnya).
Al Imam Syekh al 'Izz ibn 'Abd as-Salam asy-Syafi'i dalam
kitabnya "Hall ar-Rumuz" menjelaskan maksud Imam Abu Hanifah,
beliau mengatakan : "Karena perkataan ini memberikan persangkaan bahwa
Allah bertempat, dan barang siapa yang menyangka bahwa Allah bertempat
maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya)". Demikian juga dijelaskan maksud Imam Abu Hanifah
ini oleh al Bayadli al Hanafi dalam Isyarat al Maram.
Al Imam al Hafizh Ibn al Jawzi (W. 597 H) mengatakan dalam
kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih :









































































"






























"
.

Maknanya: "Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat
dan arah maka ia adalah Musyabbih (orang yang menyerupakan Allah
dengan Makhluk-Nya) dan Mujassim (orang yang meyakini bahwa
Allah adalah jisim: benda) yang tidak mengetahui sifat Allah".

Al Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani (W. 852 H) dalam Fath al Bari
Syarh Shahih al Bukhari mengatakan :


39
www.darulfatwa.org.au








































































"



























"
.


"Sesungguhnya kaum Musyabbihah dan Mujassimah adalah mereka
yang mensifati Allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari
tempat".
Di dalam kitab al Fatawa al Hindiyyah, cetakan Dar Shadir, jilid II,
h. 259 tertulis sebagai berikut: "Adalah kafir orang yang menetapkan
tempat bagi Allah ta'ala ".
Juga dalam kitab Kifayah al Akhyar karya al Imam Taqiyyuddin al
Hushni (W. 829 H), Jilid II, h. 202, Cetakan Dar al Fikr, tertulis
sebagai berikut : "... hanya saja an-Nawawi menyatakan dalam bab
Shifat ash-Shalat dari kitab Syarh al Muhadzdzab bahwa Mujassimah
adalah kafir, Saya (al Hushni) berkata: "Inilah kebenaran yang tidak
dibenarkan selainnya, karena tajsim (menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah jisim –benda-) jelas
menyalahi al Qur'an. Semoga Allah memerangi golongan Mujassimah
dan Mu'aththilah (golongan yang menafikan sifat-sifat Allah), alangkah
beraninya mereka menentang Allah yang berfirman tentang Dzat-Nya
(Q.S. asy-Syura : 11) :











































]

:
11
[

Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-
Nya dan Dia disifati dengan sifat pendengaran dan penglihatan yang
tidak menyerupai pendengaran dan penglihatan makhluk-Nya”.
Ayat ini jelas membantah kedua golongan tersebut".

Imam Abu Hanifah Mensucikan Allah dari Arah


40
www.darulfatwa.org.au




































































12
.






:

"





































































"
.

Al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- dalam kitabnya
al Washiyyah berkata yang maknanya: "Bahwa penduduk surga melihat
Allah ta'ala adalah perkara yang haqq (pasti terjadi) tanpa (Allah) disifati
dengan sifat-sifat benda, tanpa menyerupai makhluk-Nya dan tanpa (Allah)
berada di suatu arah"
Ini adalah penegasan al Imam Abu Hanifah –semoga Allah
meridlainya- bahwa beliau menafikan arah dari Allah ta'ala dan ini
menjelaskan kepada kita bahwa ulama salaf mensucikan Allah dari
tempat dan arah.

Imam Malik Mensucikan Allah dari sifat Duduk,
Bersemayam atau semacamnya





















































13
.



:

"






























































"

)






(


Al Imam Malik –semoga Allah meridlainya– berkata: "Ar-Rahman
'ala al 'Arsy istawa sebagaimana Allah mensifati Dzat (hakekat)-Nya dan
tidak boleh dikatakan bagaimana, dan kayfa (sifat-sifat makhluk) adalah
mustahil bagi-Nya" (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa
ash-Shifat).
Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha
suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam, berada di
suatu tempat dan arah dan sebagainya.

41
www.darulfatwa.org.au


Sedangkan riwayat yang mengatakan wa al Kayf Majhul adalah
tidak benar dan Al Imam Malik tidak pernah mengatakannya.

Dzat Allah Tidak Bisa Dibayangkan


































































14
.






:

"








































































































































































































"

)






(

Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya– berkata: "Barang
siapa yang berusaha untuk mengetahui pengatur-Nya (Allah) hingga meyakini
bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah
musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir.
Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang
mengaturnya) maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan
Allah). Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang
menciptakannya dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak
akan bisa membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yang
mentauhidkan Allah); muslim". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan
lainnya)









































































15
.















































































:

"





42
www.darulfatwa.org.au






"

)















(

Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Tsauban ibn Ibrahim

Dzu an-Nun al Mishri, salah seorang murid terkemuka al Imam Malik
-semoga Allah meridlai keduanya- berkata: "Apapun yang terlintas dalam
benakmu (tentang Allah) maka Allah tidak menyerupai itu (sesuatu yang
terlintas dalam benak)" (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi dan
al Khathib al Baghdadi)

Hukum Orang yang meyakini Tajsim; bahwa Allah adalah
Benda
Syekh Ibn Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam al Minhaj al
Qawim h. 64, mengatakan: "Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya
meriwayatkan perkataan asy-Syafi'i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah -
semoga Allah meridlai mereka- mengenai pengkafiran mereka terhadap orang-
orang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah dan dia adalah benda,
mereka pantas dengan predikat tersebut (kekufuran)".
Al Imam Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah meridlainya-
mengatakan: "Barang siapa yang mengatakan Allah adalah benda, tidak
seperti benda-benda maka ia telah kafir" (dinukil oleh Badr ad-Din az-
Zarkasyi (W. 794 H), seorang ahli hadits dan fiqh bermadzhab Syafi'i
dalam kitab Tasynif al Masami' dari pengarang kitab al Khishal dari
kalangan pengikut madzhab Hanbali dari al Imam Ahmad ibn
Hanbal). Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari dalam karyanya an-Nawadir
mengatakan : "Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda
maka ia telah kafir, tidak mengetahui Tuhannya".


43
www.darulfatwa.org.au


As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota
badan, Tempat, Arah dan Semua Sifat-sifat Makhluk





















































16
.








227



















































321




" :


)


(

































































































"
.


Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-
321 H) berkata: "Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun
besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi,
anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota
badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya).
Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan,
kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah
penjuru tersebut".
Perkataan al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi di atas merupakan
Ijma' (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada
tiga abad pertama hijriyah).
Diambil dalil dari perkataan tersebut bahwasanya bukanlah
maksud dari mi'raj bahwa Allah berada di arah atas lalu Nabi
Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam naik ke atas untuk bertemu
dengan-Nya, melainkan maksud mi'raj adalah memuliakan Rasulullah
shalalllahu 'alayhi wasallam dan memperlihatkan kepadanya keajaiban
makhluk Allah sebagaimana dijelaskan dalam al Qur'an surat al Isra
ayat 1. Juga tidak boleh berkeyakinan bahwa Allah mendekat kepada
Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam sehingga jarak antara
keduanya dua hasta atau lebih dekat, melainkan yang mendekat

44
www.darulfatwa.org.au


kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam di saat mi'raj
adalah Jibril 'alayhissalam, sebagaimana diriwayatkan oleh al Imam al
Bukhari (W. 256 H) dan lainnya dari as-Sayyidah 'Aisyah -semoga Allah
meridlainya-, maka wajib dijauhi kitab Mi'raj Ibnu 'Abbas dan Tanwir al
Miqbas min Tafsir Ibnu 'Abbas karena keduanya adalah kebohongan
belaka yang dinisbatkan kepadanya.
Sedangkan ketika seseorang menengadahkan kedua tangannya
ke arah langit ketika berdoa, hal ini tidak menandakan bahwa Allah
berada di arah langit. Akan tetapi karena langit adalah kiblat berdoa
dan merupakan tempat turunnya rahmat dan barakah. Sebagaimana
apabila seseorang ketika melakukan shalat ia menghadap ka'bah. Hal
ini tidak berarti bahwa Allah berada di dalamnya, akan tetapi karena
ka'bah adalah kiblat shalat. Penjelasan seperti ini dituturkan oleh para
ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti al Imam al Mutawalli (W. 478
H) dalam kitabnya al Ghun-yah, al Imam al Ghazali (W. 505 H) dalam
kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din, al Imam an-Nawawi (W. 676 H) dalam
kitabnya Syarh Shahih Muslim, al Imam Taqiyy ad-Din as-Subki (W.
756 H) dalam kitab as-Sayf ash-Shaqil dan masih banyak lagi.
Perkataan al Imam at-Thahawi tersebut juga merupakan
bantahan terhadap pengikut paham Wahdah al Wujud yang
berkeyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya atau
pengikut paham Hulul yang berkeyakinan bahwa Allah menempati
makhluk-Nya. Dan ini adalah kekufuran berdasarkan Ijma'
(konsensus) kaum muslimin sebagaimana dikatakan oleh al Imam as-
Suyuthi (W. 911 H) dalam karyanya al Hawi li al Fatawi dan lainnya,
juga para panutan kita ahli tasawwuf sejati seperti al Imam al Junaid al
Baghdadi (W. 297 H), al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H), Syekh
Abdul Qadir al Jilani (W. 561 H) dan semua Imam tasawwuf sejati,
mereka selalu memperingatkan masyarakat akan orang-orang yang
berdusta sebagai pengikut tarekat tasawwuf dan meyakini aqidah
Wahdah al Wujud dan Hulul.

45
www.darulfatwa.org.au


Al Imam ath-Thahawi juga mengatakan:




















































17
.

"








"
.


"Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia
telah kafir".
Di antara sifat-sifat manusia adalah bergerak, diam, turun, naik,

duduk, bersemayam, mempunyai jarak, menempel, berpisah, berubah,
berada pada satu tempat dan arah, berbicara dengan huruf, suara dan
bahasa dan sebagainya. Maka orang yang mengatakan bahwa bahasa
Arab atau bahasa-bahasa selain bahasa Arab adalah bahasa Allah atau
mengatakan bahwa kalam Allah yang azali (tidak mempunyai
permulaan) dengan huruf, suara atau semacamnya, dia telah
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Dan barang siapa yang
menyifati Allah dengan salah satu dari sifat-sifat manusia seperti yang
tersebut di atas atau semacamnya ia telah terjerumus dalam kekufuran.
Begitu juga orang yang meyakini Hulul dan Wahdah al Wujud telah
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.

Aqidah Imam Abul Hasan al Asy'ari






















































18
.






" :





"
)






(

Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari (W. 324 H) –semoga Allah

meridlainya- berkata: "Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat" (diriwayatkan
oleh al Bayhaqi dalam al Asma wa ash-Shifat).1 Beliau juga mengatakan:


1 Ini adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa kitab al Ibanah yang dicetak
dan tersebar sekarang dan dinisbatkan kepada al Imam Abu al Hasan al Asy'ari telah banyak
dimasuki sisipan-sisipan palsu dan penuh kebohongan, maka hendaklah dijauhi kitab tersebut.


46
www.darulfatwa.org.au


"Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ta'ala di satu tempat atau di
semua tempat". Perkataan al Imam al Asy'ari ini dinukil oleh al Imam
Ibnu Furak (W. 406 H) dalam karyanya al Mujarrad.

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat




















































19
.






578


" :










































































































"
.


Al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H) dalam al Burhan al Mu-
ayyad berkata: "Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir
ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam
yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran".
Mutasyabihat artinya nash-nash al Qur'an dan hadits Nabi
Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang dalam bahasa arab
mempunyai lebih dari satu arti dan tidak boleh diambil secara
zhahirnya, karena hal tersebut mengantarkan kepada tasybih
(menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), akan tetapi wajib
dikembalikan maknanya sebagaimana perintah Allah dalam al Qur'an
pada ayat-ayat yang Muhkamat, yakni ayat-ayat yang mempunyai satu
makna dalam bahasa Arab, yaitu makna bahwa Allah tidak
menyerupai segala sesuatu dari makhluk-Nya.

Ayat Istiwa'
Di antara ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak boleh diambil secara
zhahirnya adalah firman Allah ta'ala (surat Thaha: 5):


47
www.darulfatwa.org.au






























Ayat ini tidak boleh ditafsirkan bawa Allah duduk (jalasa) atau
bersemayam atau berada di atas 'Arsy dengan jarak atau bersentuhan
dengannya. Juga tidak boleh dikatakan bahwa Allah duduk tidak
seperti duduk kita atau bersemayam tidak seperti bersemayamnya kita,
karena duduk dan bersemayam termasuk sifat khusus benda
sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafizh al Bayhaqi (W. 458 H), al
Imam al Mujtahid Taqiyyuddin as-Subki (W. 756 H) dan al Hafizh
Ibnu Hajar (W. 852 H) dan lainnya. Kemudian kata istawa sendiri
dalam bahasa Arab memiliki 15 makna. Karena itu kata istawa tersebut
harus ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah dan selaras
dengan ayat-ayat Muhkamat.
Berdasarkan ini, maka tidak boleh menerjemahkan kata istawa ke
dalam bahasa Indonesia dan bahasa lainnya karena kata istawa
mempunyai 15 makna dan tidak mempunyai padan kata (sinonim)
yang mewakili 15 makna tersebut. Yang diperbolehkan adalah
menerjemahkan maknanya, makna kata istawa dalam ayat tersebut
adalah qahara (menundukkan atau menguasai).2












































































" :





















"
)

/

:
333
(



2 Dengan ini diketahui bahwa tidak boleh berpegangan kepada "al Qur'an dan
Terjemahnya" yang dicetak oleh Saudi Arabia karena di dalamnya banyak terdapat
penafsiran dan terjemahan yang menyalahi aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti ketika
mereka menerjemahkan istawa dengan bersemayam, padahal Allah maha suci dari duduk,
bersemayam dan semua sifat makhluk. Mereka juga menafsirkan Kursi dalam surat al Baqarah:
255 dengan tempat letak telapak kaki-Nya, padahal Allah maha suci dari anggota badan, kecil
maupun besar, seperti ditegaskan oleh al Imam ath-Thahawi dalam al 'Aqidah ath-Thahawiyyah.


48
www.darulfatwa.org.au


Al Imam Ali –semoga Allah meridlainya- mengatakan:
"Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy untuk menampakkan
kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya".
Maka ayat tersebut di atas (surat Thaha: 5) boleh ditafsirkan
dengan qahara (menundukkan dan menguasai) yakni Allah menguasai
'Arsy sebagaimana Dia menguasai semua makhluk-Nya. Karena al
Qahr adalah merupakan sifat pujian bagi Allah. Dan Allah menamakan
dzat-Nya al Qahir dan al Qahhar dan kaum muslimin menamakan
anak-anak mereka 'Abdul Qahir dan 'Abdul Qahhar. Tidak seorangpun
dari umat Islam yang menamakan anaknya 'Abd al jalis (al jalis adalah
nama bagi yang duduk). Karena duduk adalah sifat yang sama-sama
dimiliki oleh manusia, jin, hewan dan malaikat. Penafsiran di atas tidak
berarti bahwa Allah sebelum itu tidak menguasai 'arsy kemudian
menguasainya, karena al Qahr adalah sifat Allah yang azali (tidak
mempunyai permulaan) sedangkan 'arsy adalah merupakan makhluk
yang baru (yang mempunyai permulaan). Dalam ayat ini, Allah
menyebut 'arsy secara khusus karena ia adalah makhluk Allah yang
paling besar bentuknya.

Riwayat yang Sahih dari Imam Malik tentang Ayat Istiwa'
Al Imam Malik ditanya mengenai ayat tersebut di atas,
kemudian beliau menjawab:








































"






"
)






(


Maknanya: "Dan tidak boleh dikatakan bagaimana dan al kayf /
bagaimana (sifat-sifat benda) mustahil bagi Allah". (diriwayatkan oleh
al Hafizh al Bayhaqi dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat)

49
www.darulfatwa.org.au


Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha
suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam dan
sebagainya. Sedangkan riwayat yang mengatakan wal Kayf Majhul
adalah tidak benar.

Penegasan Imam Syafi'i tentang Orang yang Berkeyakinan
Allah duduk di atas 'Arsy
Ibn al Mu'allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam
karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm
ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih fi Syarh at-Tanbih bahwa ia
menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi'i
menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di
atas 'arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ulama Ahlussunnah yang Mentakwil Istiwa'
Kalangan yang mentakwil istawa dengan qahara adalah para
ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah. Di antaranya adalah al Imam
'Abdullah ibn Yahya ibn al Mubarak (W. 237 H) dalam kitabnya
Gharib al Qur'an wa Tafsiruhu, al Imam Abu Manshur al Maturidi al
Hanafi (W. 333 H) dalam kitabnya Ta'wilat Ahlussunnah Wal Jama'ah,
az-Zajjaj, seorang pakar bahasa Arab (W. 340 H) dalam kitabnya
Isytiqaq Asma Allah, al Ghazali asy-Syafi'i (W. 505 H) dalam al Ihya, al
Hafizh Ibn al Jawzi al Hanbali (W. 597 H) dalam kitabnya Daf'u
Syubah at-Tasybih, al Imam Abu 'Amr ibn al Hajib al Maliki (W. 646 H)
dalam al Amaali an-Nahwiyyah, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Termasi
al Indonesi asy-Syafi'i (W. 1285-1338 H) dalam Mawhibah dzi al Fadll,
Syekh Muhammad Nawawi al Jawi al Indonesi asy-Syafi'i (W. 1314 H-
1897) dalam kitabnya at-Tafsir al Munir dan masih banyak lagi yang
lainnya.


50
www.darulfatwa.org.au


Inkonsistensi Orang yang Memahami Ayat Istiwa' secara
Zhahirnya
Dan orang yang mengambil ayat mutasyabihat ini secara
zhahirnya, apakah yang akan ia katakan tentang ayat 115 surat al
Baqarah:





































]

:
115
[

Jika orang itu mengambil zhahir ayat ini berarti maknanya: "ke
arah manapun kalian menghadap, di belahan bumi manapun, niscaya
Allah ada di sana". Dengan ini berarti keyakinannya saling
bertentangan.3
Akan tetapi makna ayat di atas bahwa seorang musafir yang
sedang melakukan shalat sunnah di atas hewan tunggangan, ke arah
manapun hewan tunggangan itu menghadap selama arah tersebut
adalah arah tujuannya maka - - di sanalah kiblat Allah
sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid (W. 102 H) murid Ibn
Abbas. Takwil Mujahid ini diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi
dalam al Asma' Wa ash-Shifat.

Ayat 35 Surat an-Nur
Dan begitulah seluruh ayat-ayat mutasyabihat harus
dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat dan tidak boleh diambil
secara zhahirnya. Seperti firman Allah ta'ala dalam surat an-Nur: 35































]


:
35
[





3 Dia meyakini bahwa Allah ada di atas 'Arsy sesuai dengan zhahir ayat Istiwa' dan
pada saat yang sama ia meyakini bahwa Allah ada di bumi sesuai zhahir ayat 115 surat al
Baqarah ini. Dua keyakinan yang saling bertentangan ini diakibatkan oleh pemahaman secara
zhahir terhadap ayat Mutasyabihat. Jika ia memahami ayat 115 surat al Baqarah ini tidak
secara zhahirnya, mestinya ia juga memahami ayat istiwa tidak' secara zhahirnya.

51
www.darulfatwa.org.au


tidak boleh ditafsirkan bahwa Allah adalah cahaya atau Allah adalah
sinar. Karena kata cahaya dan sinar adalah khusus bagi makhluk.
Allah-lah yang telah menciptakan keduanya, maka Ia tidak menyerupai
keduanya. Tetapi makna ayat ini, bahwa Allah menerangi langit dan
bumi dengan cahaya matahari, bulan dan bintang-bintang. Atau
maknanya, bahwa Allah adalah pemberi petunjuk penduduk langit,
yakni para malaikat dan pemberi petunjuk orang-orang mukmin dari
golongan manusia dan jin, yang berada di bumi yaitu petunjuk kepada
keimanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh 'Abdullah ibn Abbas –
semoga Allah meridlainya- salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alayhi
wasallam. Takwil ini diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa
as-Shifat.
Dengan demikian kita wajib mewaspadai kitab Mawlid al 'Arus
yang disebutkan di dalamnya bahwa "Allah menggenggam segenggam
cahaya wajah-Nya kemudian berkata kepadanya: jadilah engkau
Muhammad, maka ia menjadi Muhammad". Ini adalah kekufuran wal
'iyadzu billah karena menjadikan Allah sebagai cahaya dan nabi
Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam bagian dari-Nya. Kitab ini
merupakan kebohongan yang dinisbatkan kepada al Hafizh Ibn al
Jawzi, tidak seorangpun menisbatkannya kepada al Hafizh Ibn al
Jawzi kecuali seorang orientalis yang bernama Brockelmann.

Bagaimanakah Cara Mengenal Allah (Ma'rifatullah) ?




































































20
.




" :



































."


Al Imam ar-Rifa'i berkata: "Batas akhir pengetahuan seorang hamba
tentang Allah adalah meyakini bahwa Allah ta'ala ada tanpa bagaimana

52
www.darulfatwa.org.au


(sifat-sifat makhluk) dan ada tanpa tempat". (Disebutkan oleh al
Imam ar-Rifa'i dalam kitabnya Hal Ahl al Haqiqah ma'a Allah).
Karena seandainya Allah bertempat niscaya banyak sekali yang
menyerupainya.
Maka barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-
Nya tidaklah diterima ibadahnya sebagaimana perkataan al Imam al
Ghazali: "Tidaklah sah ibadah seseorang kecuali setelah ia mengetahui
Allah yang ia sembah". Al Imam Abu al Muzhaffar al Asfarayini (W.
471 H) dalam kitabnya at-Tabshir fi ad-Din, h. 98 mengutip perkataan
al Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- bahwa dia
berkata tentang Allah :
















































































"






















.

"
Maknanya: "Sesungguhnya yang menciptakan tempat tidak boleh
dikatakan bagi-Nya di mana dan sesungguhnya yang menciptakan al
kayf (sifat-sifat benda) tidak dikatakan bagi-Nya bagaimana".
Al Imam Abu Manshur Al Baghdadi (W. 429 H) dalam kitabnya
al Farq Bayna al Firaq h. 256, berkata: "Sesungguhnya Ahlussunnah telah
sepakat bahwa Allah tidak diliputi tempat dan tidak dilalui oleh waktu".
Al Imam Syekh Abd Allah Ba 'Alawi al Haddad (W. 1132 H)
dalam bagian akhir kitabnya an-Nasha-ih ad-Diniyyah menuturkan:
"Aqidah ringkas yang bermanfaat -Insya Allah ta'ala- menurut jalan golongan
yang selamat. Mereka adalah golongan Ahlussunnah Wal Jama'ah, golongan
mayoritas umat Islam. Kemudian beliau -semoga Allah meridlainya–
berkata:



































































21
.
"



































"
.


53
www.darulfatwa.org.au


Maknanya: "Sesungguhnya Ia (Allah) ta'ala Maha suci dari zaman,
tempat dan maha suci dari menyerupai akwan (sifat berkumpul, berpisah,
bergerak dan diam) dan tidak diliputi oleh satu arah penjuru maupun
semua arah penjuru".
Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Dzu an-Nun al
Mishri (W. 245 H) salah seorang murid terkemuka al Imam Malik
menuturkan kaidah yang sangat bermanfaat dalam ilmu Tauhid:






































.



"




"

Maknanya: "Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang
Allah), maka Allah tidak seperti itu".
Perkataan ini dikutip dari Imam Ahmad ibn Hanbal oleh Abu al
Fadll at-Tamimi dalam kitabnya I'tiqad al Imam al Mubajjal Ahmad ibn
Hanbal dan diriwayatkan dari Dzu an-Nun al Mishri oleh al Hafizh al
Khathib al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Dan ini adalah kaidah
yang merupakan Ijma' (konsensus) para ulama. Karena tidaklah dapat
dibayangkan kecuali yang bergambar. Dan Allah adalah pencipta
segala gambar dan bentuk, maka Ia tidak ada yang menyerupai-Nya.
Sebagaimana kita tidak bisa membayangkan suatu masa –
sedangkan masa adalah makhluk- yang di dalamnya tidak ada cahaya
dan kegelapan. Akan tetapi kita beriman dan membenarkan bahwa
cahaya dan kegelapan, keduanya memiliki permulaan. Keduanya tidak
ada kemudian menjadi ada. Allah-lah yang menciptakan keduanya.
Allah berfirman dalam al Qur'an:




























]


:
1
[



Maknanya: "… dan yang telah menjadikan kegelapan dan cahaya"
(Q.S. al An'am: 1)

54
www.darulfatwa.org.au


Jika demikian halnya yang terjadi pada makhluk, maka lebih
utama kita beriman dan percaya bahwa Allah ada tanpa tempat dan
arah serta tidak bisa kita bayangkan.
































22
.





:







































"

















































"
.

Imam kita Abu Bakr ash-Shiddiq -semoga Allah meridlainya-
berkata yang maknanya: "Pengakuan bahwa pemahaman seseorang
tidak mampu untuk sampai mengetahui hakekat Allah adalah
keimanan, sedangkan mencari tahu tentang hakekat Allah, yakni
membayangkan-Nya adalah kekufuran dan syirik".
Maksudnya adalah kita beriman bahwa Allah ada tidak seperti
makhluk-Nya, tanpa memikirkan tentang Dzat (Hakekat)-Nya.
Adapun berpikir tentang makhluk Allah adalah hal yang dianjurkan
karena segala sesuatu merupakan tanda akan ada-Nya. Perkataan
Sayyidina Abu Bakr -semoga Allah meridlainya- tersebut diriwayatkan
oleh seorang ahli Fiqih dan hadits al Imam Badr ad-Din az-Zarkasyi
as-Syafi'i (W. 794 H) dan lainnya.

Ahlussunnah dan Para Sufi Menentang Paham Hulul dan
Wahdatul Wujud























































23
.






" :
















































































."


Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan: "Sesungguhnya Allah
tidaklah bertempat pada sesuatu, tidak terpecah dari-Nya sesuatu dan

55
www.darulfatwa.org.au


tidak menyatu dengan-Nya sesuatu, Allah tidak serupa dengan
sesuatupun dari makhluk-Nya".4
Syekh Abd al Ghani an-Nabulsi -semoga Allah merahmatinya-
dalam kitabnya al Faidl ar-Rabbani berkata: "Barangsiapa yang mengatakan
bahwa Allah terpisah dari-Nya sesuatu, Allah menempati sesuatu, maka dia
telah kafir".



































































24
.


























































" :


































"
.

Al Imam al Junayd al Baghdadi (W. 297 H) penghulu kaum sufi
pada masanya berkata: "Seandainya aku adalah seorang penguasa niscaya
aku penggal setiap orang yang mengatakan tidak ada yang maujud (ada)
kecuali Allah". (dinukil oleh Syekh Abd al Wahhab asy-Sya'rani dalam
kitabnya al Yawaqit Wal Jawahir).





























































25
.




" :





























































."


Al Imam Ar-Rifa'i -semoga Allah meridlainya- berkata: "Ada dua
perkataan (yang diucapkan dengan lisan meskipun tidak diyakini dalam
hati) yang bisa merusak agama: perkataan bahwa Allah menyatu dengan
makhluk-Nya (Wahdat al Wujud) dan berlebih-lebihan dalam


4 Inilah kebenaran yang tidak mungkin dibantah dan ditolak. Namun terdapat
sebagian kelompok yang menyalahi pernyataan ulama Ahlussunnah ini, di antaranya yang
dikenal dengan nama Wahidiyyah. Mereka membagi-bagikan selebaran yang memuat perkataan
mereka: yang maknanya : Ya Allah kami memohon kepada-Mu untuk
menenggelamkan kami ke tengah lautan (menyatu dengan- Mu). Redaksi-redaksi semacam ini (bahkan
dalam bahasa Indonesia) juga banyak terdapat dalam majalah mereka. Jelas ini adalah sebuah
kekufuran yang sharih dan menyalahi keyakinan para sufi hakiki.

56
www.darulfatwa.org.au


mengagungkan para Nabi dan para wali, yakni melampaui batas yang
disyariatkan Allah dalam mengagungkan mereka".





























































26
.


" :












































































































































































."

Beliau juga mengatakan: "Jauhilah perkataan Wahdat al Wujud
yang banyak diucapkan oleh orang-orang yang mengaku sufi dan jauhilah
sikap berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya melakukan
dosa itu lebih ringan dari pada terjatuh dalam kekufuran






































"Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni orang yang mati dalam
keadaan syirik atau kufur sedangkan orang yang mati dalam keadaan
muslim tetapi ia melakukan dosa-dosa di bawah kekufuran maka ia
tergantung kepada kehendak Allah, jika Allah menghendaki Ia akan
menyiksa orang yang Ia kehendaki dan jika Allah berkehendak, Ia akan
mengampuni orang yang Ia kehendaki".
Dua perkataan al Imam Ahmad ar-Rifa'i tersebut dinukil oleh al
Imam ar-Rafi'i asy-Syafi'i dalam kitabnya Sawad al 'Aynayn fi Manaqib
Abi al 'Alamain.









































































27
.













































































" :


























































































57
www.darulfatwa.org.au



























































































































."



Salah seorang khalifah Syekh Ahmad ar-Rifa'i (dalam Thariqah
ar-Rifa'iyyah) pada abad XIII H, Syekh al 'Alim Abu al Huda ash-
Shayyadi -semoga Allah merahmatinya- dalam kitabnya at-Thariqah ar-
Rifa'iyyah berkata: "Sesungguhnya mengatakan Wahdah al Wujud (Allah
menyatu dengan makhluk-Nya) dan Hulul (Allah menempati makhluk-Nya)
menyebabkan kekufuran dan sikap berlebih-lebihan dalam agama menyebabkan
fitnah dan akan menggelincirkan seseorang ke neraka, karenanya wajib
dijauhi".5






























































.

28


" :





















































"
.



5 Di antara para pendusta yang mengaku sebagai ahli tasawwuf adalah orang yang
bernama Abdullah ad-Daghistani. Ia bukanlah sunni sebagaimana dinyatakan oleh Syekh
Muhammad Zahid an-Naqsyabandi. Abdullah ad-Daghistani keluar dari Daghistan dan
mengaku sebagai seorang sunni, pengikut Thariqah an-Naqsyabandiyyah padahal sanadnya
terputus, tidak bersambung. Mufti Daghistan terdahulu Sayyid Ahmad ibn Sulaiman Darwisy
Hajiyu memperingatkan umat Islam akan bahaya dan kesesatan Abdullah ad-Dagistani ini.
Abdullah ad-Daghistani punya beberapa pengikut, di antaranya Nazhim al-Qubrushshi.
Nazhim kemudian mempunyai murid, di antaranya Hisyam Qabbani yang menyebut dirinya
al-Haqqani, juga saudaranya 'Adnan Qabbani. Mereka ini termasuk orang yang paling bodoh
tentang agama, dan karenanya para ulama Ahlussunnah memperingatkan masyarakat akan
bahaya dan kesesatan mereka. Bahkan Mufti Tripoli Lebanon menulis komentarnya di
majalah al Afkar agar masyarakat mewaspadai dan tidak tertipu oleh mereka, karena mereka
ini mengaku mengetahui ilmu ghaib dan menganggap bahwa hamba ini adalah bagian dari
Dzat Allah, mereka mengatakan bahwa orang kafir jika membaca al Fatihah maka akan
memperoleh keutamaan dan anugerah dari Allah yang belum pernah diperoleh oleh para nabi,
dan barangsiapa yang membaca ayat
... sekali saja ia akan memperoleh anugerah yang
belum pernah diperoleh olah para nabi dan para wali, serta masih banyak kekufuran-
kekufuran mereka yang lain. Alhamdulillah para ulama Indonesia, khususnya para pengikut
Thariqah Naqsyabandiyah telah menyadari kesesatan mereka ini dan memperingatkan
masyarakat akan bahaya dan kesesatan mereka. Kesesatan-kesesatan ini bisa dilihat dalam
buku-buku mereka seperti Muhithat ar-Rahmah, al Washiyyah dan lain-lain.


58
www.darulfatwa.org.au


Syekh al 'Alim Abu al Huda ash-Shayyadi –semoga Allah
merahmatinya- juga mengatakan dalam kitabnya al Kawkab ad-Durriy:
" Barangsiapa mengatakan saya adalah Allah dan tidak ada yang mawjud
(ada) kecuali Allah atau dia adalah keseluruhan alam ini, jika ia dalam
keadaan berakal (sadar) maka dia dihukumi murtad (kafir)".



























































29
.







" :



























































"
.

Al Imam Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi mengatakan: "Tidak akan

meyakini Wahdah al Wujud kecuali para mulhid (atheis) dan barangsiapa
yang meyakini Hulul maka agamanya rusak (Ma'lul)".
Sedangkan perkataan-perkataan yang terdapat dalam kitab
Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi yang mengandung aqidah Hulul dan
Wahdah al Wujud itu adalah sisipan dan dusta yang dinisbatkan
kepadanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahhab asy-
Sya'rani dalam kitabnya Lathaif al Minan Wa al Akhlaq menukil dari
para ulama. Demikian juga dijelaskan oleh ulama-ulama lain.6



6 Salah seorang yang menyalahi aqidah ini adalah Muhammad Sa'id al Buthi. Dalam
beberapa bukunya dia menegaskan bahwa Allah menempati sebagian makhluk-Nya (Hulul)
dan bahwa Allah adalah benda (jism). Ia juga menamakan Allah dengan 'illah dan sabab, dan ini
adalah kekufuran sebagaimana dikatakan oleh al Imam Rukn al Islam Ali as-Sughdi, al Imam
an-Nasafi dan lain-lain. Al Buthi menuturkan aqidah sesatnya ini dalam bukunya Kubra al
Yaqiniyyat al Kauniyyah, Min al Fikr wa al Qalb. Dan banyak kesesatan-kesesatan al Buthi yang
lain seperti: bahwa ia mengingkari adanya Bid'ah Hasanah dalam bukunya al Islam Maladz Kull
al Mujtama'at al Insaniyyah. Ia juga mengatakan di majalah al Wahj, edisi Juni 1995: "Apabila ada
teks al Qur'an yang jelas bertentangan dengan ketetapan ilmiah yang jelas, maka saya mengatakan: kita
tidak perlu mentakwil al Qur'an, tetapi kita tinggalkan al Qur'an dan mengambil ketetapan ilmiah
tersebut". Al Buthi juga berkata kepada seorang yang mempraktekkan sihir kemudian datang
kepadanya seorang jin perempuan lalu ia berzina dengannya: "Bacalah mantra-mantramu berulang
kali supaya jin perempuan tersebut datang kepadamu". Lihat Majalah Thabibak, edisi Juli 1998 dan
masih banyak lagi kesesatan-kesesatan al Buthi. Telah banyak para ulama terkemuka yang
mambantahnya, di antaranya adalah al 'Alim al Lughawi (ahli Bahasa Arab), Syekh Nayif al
'Abbas ad-Dimasyqi, Syekh Usamah as-Sayyid asy-Syami, K.H. M. Syafi'i Hadzami (Mantan
Ketua Umum MUI Prop. DKI Jakarta) dan yang lainnya.

59
www.darulfatwa.org.au


Kesesatan Paham Qadariyyah








































































30
.









































































































































" :










































































"
)













(


Dalam kitab al Qadar karya al Bayhaqi dan Tahdzib al Atsar karya
al Imam Ibn Jarir ath-Thabari dari Abdullah ibn Umar sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Dua golongan dari
umatku (umat dakwah); umat yang Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
diutus kepada mereka untuk mengajak mereka kepada Islam), keduanya tidak
memiliki bagian dari Islam; yaitu Qadariyyah (golongan Mu'tazilah yang
meyakini bahwa seorang hambalah yang menciptakan dan mentakdirkan
perbuatannya, termasuk dalam kelompok ini adalah Hizbut Tahrir pengikut
Taqiyyuddin an-Nabhani)7 dan Murji'ah (golongan yang meyakini selama
seseorang beriman maka perbuatan dosa apapun yang ia lakukan tidak
berbahaya baginya sama sekali)" (Hadits ini dishahihkan oleh al Hafizh
ath-Thabari dan yang lainnya).

7 Hizbut Tahrir tidak beriman terhadap adanya siksa kubur, menghalalkan berjabat
tangan antara seorang laki-laki dengan perempuan ajnabiyyah dengan atau tanpa syahwat,
meyakini bahwa setiap orang yang tidak bergabung dengan mereka untuk mendirikan
pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyyah) maka ia akan masuk neraka. Mereka menyebarkan
selebaran (makalah) yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Dar Kufr. Dalam bukunya asy-
Syakhshiyyah al Islamiyyah, Taqiyyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir menyerupakan
Ahlussunnah dengan Jabriyyah, padahal Jabriyyah termasuk golongan yang telah keluar dari
Islam. Ini berarti bahwa Hizbut Tahrir telah menuduh Ahlussunnah sebagai golongan kafir.
Banyak para ulama Ahlussunnah yang mengarang buku yang membantah mereka, silahkan
baca antara lain kitab al Gharah al Imaniyyah fi Radd Mafasid at-Tahririyyah.

60
www.darulfatwa.org.au


Kesesatan Paham Khawarij





































































31
.








" :






















































































)








































































(


"

















































)






(


Sayyidina 'Abdullah ibn 'Abbas -semoga Allah meridlainya-
berkata: "Sesungguhnya kufur tersebut (yang disebut dalam ayat) bukanlah
kekufuran yang mengeluarkan dari agama (
)

adalah kekufuran di bawah kekufuran (dosa besar yang tidak mengeluarkan
dari Islam)". (Dishahihkan oleh al Hakim dalam al Mustadrak dan
disetujui oleh adz-Dzahabi). Ini adalah bantahan terhadap Hizbul
Ikhwan atau yang dikenal dengan nama al Jama'ah al Islamiyah, mereka
adalah pengikut Sayyid Quthb8 yang mengkafirkan penguasa yang
tidak memberlakukan hukum Syari'ah dan mengkafirkan rakyat yang
hidup di bawah pemerintahan semacam ini.

Kesesatan Paham yang Menafikan Tawassul



8 Sayyid Quthb bukanlah seorang yang 'alim, ia tidak pernah belajar kepada para
ulama (Shahafi), sebaliknya ia menyerang ulama al Azhar dan mengajak untuk tidak menuntut
ilmu syar'i. Kemudian dia mulai mengarang dan menulis tanpa dibekali ilmu sehingga karya-
karyanya seperti Fi Zhilal al Qur'an penuh dengan kesesatan, ia menamakan Allah dengan al
'Aql al Mudabbir, menuduh Nabi Ibrahim 'alayhissalam telah musyrik dan mengkafirkan umat
Islam yang hidup di bawah pemerintahan yang memakai selain hukum Islam meskipun hanya
dalam satu kasus dan masih banyak kesesatan-kesesatan lain seperti dijelaskan oleh para
ulama dalam karya-karya mereka seperti kitab an-Nahj as-Sawiyy. Perlu diketahui bahwa Sayyid
Quthb ini berbeda jauh dengan Syekh Hasan al Banna dalam manhaj, pemikiran maupun
sepak terjangnya.

61
www.darulfatwa.org.au
































































32
.








:





























































" :







:





































































































































































































































































































































































































"









)





















































































































































































































































.








(






































































"



"

















.


Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan dari Abu Sa'id al
Khudri –semoga Allah meridlainya-, ia berkata: Rasulullah Shallalahu
'alayhi wasallam bersabda: "Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk
melakukan shalat (di masjid) kemudian ia berdo'a: Ya Allah sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu dengan derajat orang-orang yang saleh yang berdo'a
kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal) dan dengan
derajat langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah
bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena
riya' dan sum'ah, aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari

62
www.darulfatwa.org.au


ridla-Mu, maka aku memohon kepada Engkau: selamatkanlah aku dari api
neraka dan ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni
dosa-dosa kecuali Engkau, maka Allah akan meridlainya dan tujuh puluh ribu
malaikat memohonkan ampun untuknya" (H.R. Ahmad dalam al Musnad,
ath-Thabarani dalam ad-Du'a, Ibn as-Sunni dalam 'Amal al Yaum wa al-
laylah, al Bayhaqi dalam Kitab ad-Da'awat al Kabir dan selain mereka,
sanad hadits ini dihasankan oleh al Hafizh Ibn Hajar, al Hafizh Abu al
Hasan al Maqdisi, al Hafizh al 'Iraqi, al Hafizh ad-Dimyathi dan lain-
lain). Dalam hadits ini terdapat dalil dibolehkannya bertawassul
dengan para shalihin, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal. Hadits ini adalah salah satu dalil Ahlussunnah Wal Jama'ah
untuk membantah golongan Wahhabi yang mengharamkan tawassul
dan mengkafirkan pelakunya.9
Dalam hadits shahih yang lain bahwa Rasulullah shallallahu
'alayhi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk berdoa di
belakangnya (tidak di hadapannya) dengan mengucapkan:













































































33
" .











































































"
.



9 Di antara orang yang menyalahi Ahlussunnah dalam masalah ini adalah Yusuf al
Qardlawi. Ia menyatakan bahwa bertabarruk dengan peninggalan orang-orang yang saleh
termasuk syirik -wal 'iyadzu billah- sebagaimana ia tuturkan dalam kitabnya al Ibadah fi al Islam.
Kesesatan al Qardlawi yang lain adalah seperti pernyataan bahwa Rasulullah bisa saja salah
dalam hal agama seperti ia sampaikan lewat layar televisi al Jazirah, 12 september 1999. Al
Qardlawi juga membolehkan bagi seorang perempuan yang masuk Islam untuk tetap menjadi
istri suaminya yang kafir sebagaimana diangkat oleh Koran asy-Syarq al Awsath juga di situs-
situs internet. Al Qardlawi juga melarang membaca al Fatihah untuk orang-orang Islam yang
meninggal dunia, hal ini ia sampaikan lewat stasiun TV al Jazirah. Telah banyak para ulama
Islam yang membantah al Qardlawi di antaranya adalah Syekh Nabil al Azhari, Syekh Khalil
Daryan al Azhari, Mantan Mentri Agama dan Urusan Wakaf Emirat Arab Syekh Muhammad
ibn Ahmad al Khazraji, Rektor al Azhar University Dr. Ahmad Umar Hasyim, Dr. Shuhaib
asy-Syami (Amin Fatwa Halab, Syiria), al Muhaddits Syekh Abdul Hayy al Ghumari, Dr.
Sayyid Irsyad Ahmad al Bukhari dan lain-lain. Di antara ulama Indonesia yang membantah al
Qardlawi adalah Habib Syekh ibn Ahmad al Musawa. Karena ini semua maka kita harus
mewaspadai karya-karya al Qardlawi.

63
www.darulfatwa.org.au


"Ya Allah aku memohon dan memanjatkan doa kepada-Mu dengan
Nabi kami Muhammad; nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad,
sesungguhnya aku memohon kepada Allah dengan engkau berkait dengan
hajatku agar dikabulkan".
Orang tersebut melaksanakan petunjuk Rasulullah ini. Orang ini
adalah seorang buta yang ingin diberikan kesembuhan dari
kebutaannya, akhirnya ia diberikan kesembuhan oleh Allah di
belakang Rasulullah (tidak di majlisnya Rasulullah) dan kembali ke
majlis Rasulullah dalam keadaan sembuh dan bisa melihat. Sahabat
lain yang menyaksikan langsung peristiwa ini karena pada saat itu ia
berada di majlis Rasulullah mengajarkan petunjuk Rasulullah ini
kepada orang lain pada masa khalifah Utsman ibn 'Affan –semoga Allah
meridlainya- yang tengah mengajukan permohonan kepada khalifah
Utsman. Pada saat itu Sayyidina Utsman sedang sibuk dan tidak
sempat memperhatikan orang ini. Maka orang ini melakukan hal yang
sama seperti yang dilakukan oleh orang buta pada masa Rasulullah
tersebut. Setelah itu ia mendatangi Utsman ibn 'Affan dan akhirnya ia
disambut oleh khalifah 'Utsman dan dipenuhi permohonannya. Umat
Islam selanjutnya senantiasa menyebut-nyebut hadits ini dan
mengamalkan isinya hingga sekarang. Para ahli hadits juga
membukukan hadits ini dalam karya-karya mereka seperti al Hafizh at
Thabarani –beliau menyatakan dalam al Mu'jam al Kabir dan al Mu'jam
ash-Shaghir: "Hadits ini shahih"-,10 al Hafizh at-Turmudzi dari kalangan


10 Tidak perlu dihiraukan pernyataan al Albani al Wahhabi yang mendla'ifkan hadits
ini, karena para ahli hadits (Hafizh) telah menyatakan bahwa hadits ini shahih, baik yang
marfu' maupun kadar yang mawquf (peristiwa di masa sayyidina 'Utsman), di antaranya al
Hafizh ath-Thabarani. Sementara al Albani bukanlah seorang Muhaddits atau hafizh, ia –
seperti diakuinya sendiri- hanya tukang jam. Selain itu al Albani dikenal sebagai orang yang
menyimpang, termasuk golongan al Mujassimah, mengkafirkan orang-orang yang bertawassul
dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang shalih. Al Albani juga menghimbau
umat Islam di Palestina agar meninggalkan negaranya untuk orang-orang Yahudi. Banyak
sekali para ulama yang telah membantahnya, di antaranya Muhaddits daratan Syam Syekh
'Abdullah al Harari, Muhaddits daratan Marokko Syekh Abdullah al Ghammari, Syekh
Muhammad Yasin al Padangi, Mantan Ketua MUI Prop. DKI Jakarta K.H. Muhammad
Syafi'i Hadzami dan lainnya. Padahal sebenarnya masalah tawassul dengan para nabi dan

64
www.darulfatwa.org.au


ahli hadits mutaqaddimin, juga al Hafizh an-Nawawi, al Hafizh Ibn al
Jazari dan ulama muta-akhkhirin yang lain. Dari sini diketahui bahwa
orang-orang Wahhabi yang menyatakan bahwa tawassul adalah syirik
dan kufur berarti telah mengkafirkan ahli hadits tersebut yang
mencantumkan hadits-hadits ini untuk diamalkan. Semoga Allah
melindungi kita dari paham yang tidak lurus seperti paham orang-
orang wahhabi ini.1 1

Maksiat Lidah dan Macam-macam Kekufuran




















34
.



:























































































Sebagian ulama berkata: "Hendaklah engkau memperbanyak diam
wahai orang yang berakal, agar engkau selamat di dunia dan hari kiamat
kelak".




orang shalih ini hukumnya boleh dengan ijma' para ulama Islam sebagaimana dinyatakan oleh
ulama madzhab empat seperti al Mardawi al Hanbali dalam bukunya al Inshaf, al Imam as-
Subki asy-Syafi'i dalam kitabnya Syifa as-Saqam, Mulla Ali al Qari al Hanafi dalam Syarh al
Misykat, Ibn al Hajj al Maliki dalam kitabnya al Madkhal.
11 Golongan Wahhabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi.
Mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, mengkafirkan orang-orang yang
bertawassul dengan para nabi dan orang-orang shalih, mengharamkan peringatan maulid Nabi
dan membaca al Qur'an untuk orang-orang muslim yang sudah meninggal dan mereka
memiliki banyak kesesatan-kesesatan yang lain. Para ulama Ahlussunnah banyak sekali yang
membantah mereka ini seperti Mufti Madzhab Syafi'i di Makkah al Mukarramah Syekh Ahmad
Zaini Dahlan (W. 1304 H) dalam buku tarikh yang salah satu fasalnya berjudul Fitnah al
Wahhabiyyah, Mufti madzhab Hanbali di Makkah al Mukarramah Syekh Muhammad ibn
Abdullah ibn Humaid (W. 1295 H) dalam kitabnya as-Suhub al Wabilah 'Ala Dlara-ih al
Hanabilah, Syekh Ibn 'Abidin al Hanafi (W. 1252 H) dalam Hasyiyahnya, Syekh Ahmad ash-
Shawi al Maliki (W. 1241 H) dalam kitabnya Hasyiyah 'Ala Tafsir al Jalalain. Bagi yang
menginginkan penjelasan yang panjang lebar baca kitab al Maqalat as-Sunniyyah fi Kasyfi Dlalalat
Ahmad ibn Taimiyah.

65
www.darulfatwa.org.au


Maksudnya hendaklah engkau selalu menjaga lidah dari segala
perkataan yang diharamkan oleh agama terutama perkataan yang
menyebabkan seseorang jatuh pada kekufuran, sebab hal itu
merupakan maksiat lidah yang paling besar.

Para ulama dari kalangan empat madzhab membagi kufur
menjadi tiga macam:
1. Kufur I'tiqadi, seperti orang yang meyakini bahwa Allah
berada di arah atas atau arah-arah lainnya, bersemayam atau
duduk di atas 'arsy, atau meyakini Allah seperti cahaya atau
semacamnya.
2. Kufur Fi'li, seperti sujud kepada berhala, melempar mushhaf
atau lembaran-lembaran yang bertuliskan ayat al Qur'an atau
nama-nama yang diagungkan ke tempat sampah atau
menginjaknya dengan sengaja dan lain-lain.
3. Kufur Qauli, seperti mencaci Allah, mencaci maki nabi,
malaikat atau Islam, meremehkan janji dan ancaman Allah,
menentang-Nya, mengharamkan perkara-perkara yang jelas-
jelas halal, menghalalkan perkara-perkara yang jelas-jelas
haram dan lain-lain.

Kaedah:
1. Setiap keyakinan, perbuatan atau perkataan yang mengandung
pelecehan terhadap Allah, Rasul-Nya, malaikat-Nya, syi'ar agama-
Nya, hukum-hukum-Nya, janji-janji dan ancaman-Nya adalah
kekufuran maka hendaklah seseorang menjauhi semua ini dengan
segala upaya serta dalam keadaan apapun.
2. Barang siapa yang jatuh pada salah satu macam kekufuran
tersebut maka ia dihukumi kafir. Dan wajib baginya
meninggalkan kekufuran tersebut dan segera masuk Islam dengan

66
www.darulfatwa.org.au


mengucapkan dua kalimah Syahadat. Jika ia membaca istighfar
sebelum mengucapkan syahadat maka istighfar tersebut tidak
bermanfaat baginya. Ini adalah ijma' para ulama.
3. Para ulama Islam menyepakati (Ijma') bahwa orang yang jatuh
dalam kufur yang sharih (tidak mempunyai kemungkinan arti lain
selain kufur), tidak sedang sabq al-lisan dan tidak dalam keadaan
dipaksa dengan ancaman bunuh, maka ia dihukumi kafir, meski
dia tidak mengetahui bahwa kata yang dia ucapkan menyebabkan
kekufuran. Meski dia dalam keadaan marah atau bercanda.
Meskipun dia tidak berniat untuk keluar dari agama Islam.12
Pembagian kekufuran tersebut di atas berdasarkan ayat-ayat al
Qur'an :

Dalil kufur I'tiqadi:














































































...


]


:
15
[



12 Salah seorang yang menyalahi Ijma dalam masalah ini adalah Sayyid Sabiq dalam
bukunya Fiqh as-Sunnah. Dia mensyaratkan bahwa seseorang baru dihukumi kafir jika
mengucapkan kata kufur dengan lapang dada, meyakini makna kata yang dia ucapkan dan
berniat untuk keluar dari Islam, wal 'iyadzu billah. Dengan ini ia telah membuka pintu
kekufuran selebar-lebarnya dan menghapus salah satu bab Syara', yaitu bab tentang hukum-
hukum yang berkaitan dengan hukum orang murtad. Dengan ini Sayyid Sabiq telah menyalahi
ijma' yang dikemukakan oleh al Imam al Mujtahid al Muthlaq al Hafizh Ibnu Jarir ath-Thabari
dalam kitabnya Tahdzib al Atsar yang menegaskan bahwa seorang muslim bisa saja keluar dari
Islam (dihukumi murtad) tanpa ada kehendak dan niat darinya untuk keluar dari Islam dan
berpindah ke agama lain, demikian pula dijelaskan oleh al Hafizh Abu 'Uwanah, penulis kitab
al Mustakhraj 'ala Shahih Muslim. Untuk penjelasan lebih lanjut baca Sharih al Bayan fi Radd 'ala
Man Khaalafa al Qur'an. Perlu diketahui bahwa kitab Fiqh as-Sunnah tersebut penuh dengan
pendapat-pendapat pribadi Sayyid Sabiq yang menyalahi ijma' maka hendaklah dijauhi dan
alhamdulillah ada beberapa ulama yang memperingatkan masyarakat agar tidak merujuk kepada
Fiqh as-Sunnah, bahkan ada yang menamakan Fiqh as-Sunnah dengan Fiqh adl-Dlalalah.

67
www.darulfatwa.org.au


Maknanya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka
tidak ragu-ragu…" (Q.S. al Hujurat: 15)

Dalil Kufur Fi'li:








































...

]


:
37
[



Maknanya: "Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan janganlah
(pula) kepada bulan…" (Q.S. Fushshilat: 37)

Dalil Kufur Qauli:




















































































































































































...


-
]


:
65
66
[


Maknanya: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka katakan) tentulah mereka akan menjawab sesungguhnya
kami hanyalah bersendagurau dan bermain-main saja. Katakanlah
apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu berolok-
olok ?, tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah
beriman …" (Q.S. at-Tubah 65-66)



























































































]


:
74
[



68
www.darulfatwa.org.au


Maknanya: "Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama)
Allah, bahwa mereka telah mengatakan (sesuatu yang menyakitimu).
Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kufur dan menjadi
kafir sesudah mereka sebelumnya muslim …" (Q.S. at-Taubah: 74)
Lebih lanjut bacalah kitab-kitab fiqh madzhab empat;
Madzhab Syafi'i (kitab Raudlah ath-Thalibin karya Imam an-Nawawi
(W. 676 H), Kifayah al Akhyar karya Syekh Taqiyyuddin al Hushni (W.
829 H), Sullam at-Taufiq karya al Habib 'Abdullah ibn Husain ibn
Thahir (W. 1272 H), Madzhab Maliki (Minah al Jalil Syarh
Mukhtashar Khalil karya Syekh Muhammad 'Illasy (W. 1299 H) dan
lain-lain), Madzhab Hanafi (Hasyiyah Radd al Muhtar karya Syekh Ibn
'Abidin (W. 1252 H) dan kitab-kitab lain), Madzhab Hanbali
(Kasysyaf al Qina' karya Syekh Manshur ibn Yunus ibn Idris al Buhuthi,
ulama abad XI Hijriyah dan lain-lain).

Busyra (Berita Gembira) untuk Ahlussunnah; al Asya-'irah
dan al Maturidiyyah











































































35
.




" :
















































"
)




(

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Konstantinopel
(Istanbul sekarang) pasti akan dikuasai, maka sebaik-baik pemimpin
adalah pemimpin yang berhasil manguasainya dan sebaik-sebaik tentara
adalah tentara tersebut" (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam
Musnadnya).
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam memuji
sultan Muhammad al Fatih karena beliau adalah seorang sultan yang
shalih, aqidahnya sesuai dengan aqidah Rasulullah. Seandainya
aqidahnya menyalahi aqidah Rasulullah, Rasulullah tidak akan

69
www.darulfatwa.org.au


memujinya. Seperti maklum diketahui dan dicatat oleh sejarah bahwa
sultan Muhammad al Fatih adalah Asy'ari Maturidi, meyakini bahwa
Allah ada tanpa tempat. Dengan demikian hadits ini adalah busyra
(berita gembira) bagi seluruh Ahlussunnah, al Asy'ariyyah dan al
Maturidiyyah bahwa aqidah mereka sesuai dengan aqidah Rasulullah,
maka berbahagialah orang yang senantiasa mengikuti jalan mereka.
Aqidah al Asy'ariyyah dan al Maturidiyyah adalah aqidah kaum
muslimin dari kalangan Salaf dan Khalaf, aqidah para khalifah dan
sultan, seperti sultan Shalahuddin al Ayyubi –semoga Allah meridlainya-.
Sulthan Shalahuddin al Ayyubi adalah seorang 'alim, penganut aqidah
Asy'ariyyah dan madzhab Syafi'i, hafal al Qur'an dan kitab at-Tanbih
dalam fiqh Syafi'i serta sering menghadiri majlis-majlis ulama hadits.
Beliau memerintahkan agar dikumandangkan aqidah Sunni
Asy'ariyyah dari atas menara masjid sebelum shalat Subuh di Mesir, al
Hijaz (Makkah dan Madinah) dan di seluruh Negara Syam (Syiria,
Yordania, Palestina dan Lebanon). Al Imam Muhammad ibn
Hibatillah al Barmaki menyusun untuk sulthan Shalahuddin al Ayyubi
sebuah risalah dalam bentuk nazham berisi aqidah Ahlussunnah dan
ternyata sultan sangat tertarik dan akhirnya memerintahkan agar
aqidah ini diajarkan kepada umat Islam, kecil dan besar, tua dan muda,
sehingga akhirnya risalah tersebut dikenal dengan nama al Aqidah ash-
Shalahiyyah. Risalah ini di antaranya memuat penegasan bahwa Allah
maha suci dari benda (jism), sifat-sifat benda dan maha suci dari arah
dan tempat.
Al Hafizh Muhammad Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) dalam
Syarh Ihya 'Ulum ad-Din , Juz II, h. 6, mengatakan: "Jika dikatakan
Ahlussunnah Wal Jama'ah maka yang dimaksud adalah al Asy'ariyyah dan al
Maturidiyyah". Kemudian beliau mengatakan: "Al Imam al 'Izz ibn Abd
as-Salam mengemukakan bahwa aqidah al Asy'ariyyah disepakati oleh
kalangan pengikut madzhab Syafi'i, madzhab Maliki, madzhab Hanafi dan
orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudlala' al Hanabilah)". Apa

70
www.darulfatwa.org.au


yang dikemukakan oleh al 'Izz ibn Abd as-Salam ini disetujui oleh para
ulama di masanya, seperti Abu 'Amr ibn al Hajib (pimpinan ulama
Madzhab Maliki di masanya), Jamaluddin al Hushayri pimpinan ulama
Madzhab Hanafi di masanya, juga disetujui oleh al Imam at-Taqiyy as-
Subki sebagaimana dinukil oleh putranya Tajuddin as-Subki". Al
Hakim meriwayatkan dalam al Mustadrak dan al Hafizh Ibn 'Asakir
dalam Tabyin Kadzib al Muftari bahwasanya ketika turun ayat:



















































...







]


:
54
[

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam menunjuk kepada sahabat Abu
Musa al Asy'ari dan bersabda: "Mereka adalah kaum orang ini". Al
Qurthubi mengatakan dalam Tafsirnya, Juz VI, h. 220: "Al Qusyairi
berkata: pengikut Abu al Hasan al Asy'ari adalah termasuk kaumnya". (telah
maklum bahwa al Imam Abu al Hasan al Asy'ari, Imam Ahlussunnah
Wal Jama'ah adalah keturunan sahabat Abu Musa al Asy'ari).


Kaedah yang Sekarang Sering dilupakan Oleh Banyak Orang













































































36
.

" :















































"
.

"Barang siapa disibukkan dengan hal-hal yang fardlu dari hal-hal yang
sunnah (sehingga tidak sempat melakukannya) maka dia (dianggap)
ma'dzur (diterima alasannya dan dimaklumi), dan barangsiapa yang
disibukkan dengan hal-hal yang sunnah dari yang fardlu (sehingga dia
tidak melaksanakannya) maka dia adalah orang yang tertipu (setan
menampakkan amal ini di matanya sebagai amal yang baik padahal
amal-amal yang fardlu itu lebih banyak mendekatkan diri seseorang

71
www.darulfatwa.org.au


kepada Allah dari pada amal-amal yang sunnah)". (dituturkan oleh al
Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani dalam Syarh al Bukhari).
Termasuk di antara hal-hal yang difardlukan oleh agama adalah
menyebarkan aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah dan memperingatkan
masyarakat dari orang-orang yang menyalahinya.




















72
www.darulfatwa.org.au







Bab II

Tanya jawab
Aqidah ahlussunnah wal jama’ah

73
www.darulfatwa.org.au








Tanya Jawab
Aqidah Ahlussunnah
Wal Jama’ah



1. Apakah yang dimaksud dengan ilmu agama yang (hukum
mempelajarinya) fardlu ‘ain ?
Jawab: Diwajibkan atas setiap mukallaf (baligh dan berakal)
untuk mempelajari kadar ilmu agama yang ia butuhkan seperti
masalah aqidah (keyakinan), bersuci, shalat, puasa, zakat bagi yang
wajib mengeluarkannya, haji bagi yang mampu, maksiat-maksiat hati,
tangan, mata dan lain-lain. Allah ta’ala berfirman:







































































]


:
9
[




Maknanya: “Katakanlah (wahai Muhammad) tidaklah sama orang
yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui” (Q.S. az-Zumar: 9)
Dalam hadits disebutkan:

74
www.darulfatwa.org.au










































"




"


)


(

Maknanya: “Menuntut ilmu agama (yang dlaruri / pokok) adalah
wajib atas setiap muslim (laki-laki dan perempuan)” (H.R. al Bayhaqi)

2. Apakah hikmah dari penciptaan jin dan manusia ?
Jawab: Untuk diperintahkan Allah agar beribadah kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman:






















































]


:
56
[


Maknanya: “Dan tiadalah aku ciptakan jin dan manusia kecuali (Aku
perintahkan mereka) untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S. adz-
Dzariyat: 56)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
























































"










"

)

(

Maknanya: “Hak Allah atas para hamba adalah mereka beribadah
kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun” (H.R.
al Bukhari dan Muslim)

3. Bagaimanakah sahnya ibadah ?
Jawab: Beribadah kepada Allah (hanya) sah dilakukan oleh
orang yang meyakini adanya Allah dan tidak menyerupakan-Nya
dengan sesuatu apapun dari makhluk-Nya. Allah ta’ala berfirman:



























]


:
11
[



Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-

75
www.darulfatwa.org.au


Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:
11)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:















"




"

)

(

Maknanya: “Tuhan tidak bisa dipikirkan (dibayangkan)” (H.R. Abu
al Qasim al Anshari)
Al Ghazali berkata:


















































"






."

Maknanya: “Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah
mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.

4. Kenapa Allah mengutus para rasul ?
Jawab: Allah mengutus para rasul untuk mengajarkan kepada
umat manusia hal-hal yang membawa kemaslahatan (kebaikan) dalam
agama dan dunia mereka. Dan untuk mengajak mereka menyembah
Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Allah ta’ala
berfirman:





















































]



:
213
[

Maknanya: “…Maka Allah mengutus para nabi untuk memberikan
kabar gembira dan memberi peringatan” (Q.S. al Baqarah: 213)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
























































"









"


)


(

Maknanya: “Perkataan paling utama yang aku dan para nabi
sebelumku ucapkan adalah (tiada yang disembah dengan benar
kecuali Allah)” (H.R. al Bukhari)


76
www.darulfatwa.org.au


5. Apakah arti Tauhid ?
Jawab: Tauhid adalah:










































"




."


“Tauhid adalah mensucikan (Allah) yang tidak mempunyai permulaan
dari menyerupai makhluk-Nya”.

Sebagaimana dijelaskan oleh al Imam al Junayd. Maksud beliau
dengan al Qadim adalah Allah yang tidak mempunyai permulaan,
sedangkan al Muhdats adalah makhluk.
Pernyataan ini sekaligus mengandung bantahan terhadap
keyakinan Hulul dan Wahdatul Wujud13.
Allah ta’ala berfirman:




























]



:
11
[
Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-
Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:
11)

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ditanya:
Perbuatan apa yang paling utama? Rasulullah menjawab:


























"


"

)

(
Maknanya: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya” (H.R. al Bukhari)


6. Jelaskan mengenai keberadaan Allah !


13 Ini juga merupakan bantahan terhadap orang-orang yang membagi tauhid
menjadi tiga macam; Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid al Asma' wa ash-Shifat.
Pembagian tauhid ini menyalahi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Maksud dan tujuan dari
pembagian ini adalah untuk mengkafirkan orang-orang mukmin yang bertawassul dengan
para nabi dan orang-orang shalih, mengkafirkan orang-orang mukmin yang mentakwil ayat-
ayat yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengembalikan penafsirannya kepada ayat-ayat
muhkamat. Ini berarti pengkafiran terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan
kelompok mayoritas di kalangan umat Muhammad.

77
www.darulfatwa.org.au


Jawab: Allah ada, tidak ada keraguan akan ada-Nya. Ada tanpa
disifati dengan sifat-sifat makhluk dan ada tanpa tempat dan arah. Dia
tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada
sesuatupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya.
Allah ta’ala berfirman:















]



:
10
[
Maknanya: “Tidak ada keraguan akan adanya Allah” (Q.S.
Ibrahim: 10)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


































"






"

)



(

Maknanya: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan
tidak ada sesuatupun selain-Nya” (H.R. al Bukhari dan lainnya)





























7. Apakah makna firman Allah:









Jawab: Maknanya bahwa Allah mengetahui kalian di manapun
kalian berada, sebagaimana dikatakan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri,
asy-Syafi’i, Ahmad, Malik dan lain-lain.
Allah ta’ala berfirman:













































]



:
12
[


Maknanya: “Dan sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu”
(Q.S. ath-Thalaq: 12)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


78
www.darulfatwa.org.au




















































































"


























"
)

(
Maknanya: “Janganlah kalian memaksakan diri untuk mengeraskan
suara (secara berlebihan), karena kalian tidak berdoa kepada Dzat yang
tuli dan ghaib, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang maha
mendengar lagi maha dekat (secara maknawi, bukan secara fisik)” (H.R.
al Bukhari)
Maknanya bahwa tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi
Allah.

8. Apakah dosa yang paling besar ?
Jawab: Dosa paling besar adalah kufur. Dan termasuk kufur
adalah syirik. Syirik adalah menyembah selain Allah. Allah ta’ala
berfirman tentang Luqman, bahwa Luqman berkata:
























































]



:
13
[



Maknanya: “Wahai anakku, jangan menyekutukan Allah (syirik)
karena menyekutukan Allah (syirik) adalah kezhaliman yang besar”

(Q.S. Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam pernah ditanya: apakah
dosa yang paling besar ? beliau menjawab: “Engkau menyekutukan Allah
padahal Ia telah menciptakanmu” (H.R. al Bukhari dan lainnya)

9. Apakah arti ibadah ?
Jawab: Ibadah adalah puncak ketundukan dan ketaatan
sebagaimana dikatakan oleh al Hafizh as-Subki. Allah ta’ala berfirman:


79
www.darulfatwa.org.au


































]



:
25
[

Maknanya: “Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Aku (Allah),
maka beribadahlah kepada-Ku” (Q.S. al Anbiya’ : 25)
10. Apakah
terkadang bermakna ibadah ?
Jawab: Ya, Allah ta’ala berfirman:


























































]





:
20
[


Maknanya: “Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya aku
hanyalah beribadah kepada Tuhanku dan tidak menyekutukan-Nya
dengan seorangpun” (Q.S. al Jinn: 20)
Maknanya bahwa aku menyembah atau beribadah kepada Allah.
Allah juga berfirman:
































]





:
18
[


Maknanya: “Maka janganlah kamu menyembah (beribadah) seorangpun
di samping (menyembah) Allah” (Q.S. al Jinn: 18)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda yang maknanya
adalah: “Doa adalah ibadah” (H.R. al Bukhari). Makna ibadah dalam
hadits ini adalah kebaikan.

11. Apakah
(kadang) mempunyai arti selain ibadah ?
Jawab: Ya, Allah ta’ala berfirman:







































































]



:

63
[
Maknanya: “Janganlah kamu jadikan doa (panggilan) Rasulullah di
antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain”
(Q.S. an-Nur: 63)

80
www.darulfatwa.org.au


12. Apakah hukum memanggil (Nida') seorang nabi atau
seorang wali, meski tidak di hadapan keduanya, dan apa
hukum meminta kepada nabi atau wali sesuatu yang
biasanya tidak pernah diminta oleh umat manusia ?
Jawab: Itu semua boleh dilakukan, karena perbuatan seperti itu
tidaklah dianggap beribadah kepada selain Allah. Ucapan “Wahai
Rasulullah” semata bukanlah syirik. Dalam sebuah hadits yang tsabit
disebutkan bahwa Bilal ibn al Harits al Muzani (salah seorang sahabat
Nabi) mendatangi makam Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam saat
musim paceklik di masa pemerintahan Umar ibn al Khaththab –semoga
Allah meridlainya- lalu Bilal berkata (di depan makam Nabi): “Wahai
Rasulullah ! mohonlah (kepada Allah) agar diturunkan air hujan untuk
umatmu, karena sungguh mereka telah binasa” (H.R. al Bayhaqi dan
lainnya). Apa yang dilakukan sahabat Bilal ini sama sekali tidak
diingkari oleh sahabat Umar dan para sahabat lainnya, bahkan mereka
menilai perbuatan tersebut bagus. Allah ta’ala berfirman:


































































































































]



:
64
[
Maknanya: “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menzhalimi diri
mereka (berbuat maksiat kepada Allah) kemudian datang kepadamu
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah-pun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha menerima
taubat lagi maha penyayang” (Q.S. an-Nisa: 64)
Juga dalam hadits yang tsabit telah disebutkan: Bahwa Ibnu Umar

mengatakan:
(wahai Muhammad) ketika merasakan semacam
kelumpuhan pada kakinya (H.R. al Bukhari dalam kitabnya al Adab al
Mufrad)


81
www.darulfatwa.org.au


13. Jelaskan mengenai arti “Istighatsah” dan “Isti’anah” disertai
dengan dalil ?
Jawab: Istighatsah adalah meminta pertolongan ketika dalam
keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya lebih luas dan
umum. Allah ta’ala berfirman:




































]



:
45
[

Maknanya: “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat” (Q.S. al
Baqarah: 45)
Dalam hadits disebutkan: "Matahari akan mendekat ke kepala
manusia di hari kiamat, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka
beristighatsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam" (H.R. al Bukhari).
Hadits ini merupakan dalil dibolehkannya isti’anah (meminta
pertolongan) secara umum kepada selain Allah. Namun hal itu harus
disertai dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan
bahaya dan memberikan manfa’at secara hakiki kecuali Allah.

14. Terangkan tentang tawassul dengan para nabi?
Jawab: Para ulama sepakat bahwa tawassul dengan para nabi itu
boleh. Tawassul adalah memohon datangnya manfa’at (kebaikan) atau
dihindarkan dari mara bahaya (keburukan) dari Allah dengan
menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan (ikram)
keduanya, dengan disertai keyakinan bahwa yang mendatangkan
bahaya dan manfa’at secara hakiki hanyalah Allah semata. Allah ta’ala
berfirman:


































]



:
35
[

Maknanya: “Dan carilah hal-hal yang (bisa) mendekatkan diri kalian
kepada Allah” (Q.S. al Mai-dah: 35)

82
www.darulfatwa.org.au


Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam mengajarkan kepada seorang yang buta untuk bertawassul
dengannya. Lalu orang buta tersebut melaksanakannya di belakang
(bukan di hadapan) Nabi, maka Allah mengembalikan penglihatannya
(H.R. ath-Thabarani dan dishahihkannya)

15. Jelaskan mengenai tawassul dengan para wali !
Jawab: Boleh bertawassul dengan para wali, tidak diketahui ada
orang yang menyalahi kebolehan ini dari kalangan Ahlul Haqq (orang-
orang yang berada di jalur kebenaran), baik generasi Salaf maupun
Khalaf. Dalam hadits diceritakan bahwa Umar bertawassul dengan
‘Abbas (paman Rasulullah). Umar berkata: “Ya Allah kami
bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami (‘Abbas) (supaya
Engkau turunkan air hujan)” (H.R. al Bukhari)

16. Terangkan mengenai hadits al Jariyah (sebuah hadits di
mana Rasulullah bertanya kepada seorang budak
perempuan: “Aina Allah?, lalu ia menjawab: Fi as-Sama”)!
Jawab: Hadits tersebut mudltharib (diriwayatkan dengan lafazh
matan yang berbeda-beda dan saling bertentangan sehingga
menjadikannya dihukumi sebagai hadits dla’if). Adapun sebagian ulama
yang menganggapnya shahih, menurut mereka bukan berarti hadits ini
mengandung makna bahwa Allah menempati langit. Imam an-
Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Aina Allah
adalah pertanyaan tentang derajat dan kedudukan-Nya bukan
mengenai tampat-Nya”. Aina Allah berarti seberapa besar
pengagunganmu terhadap Allah?. Jawabannya: “Fi as-Sama”
mempunyai makna bahwa Allah, derajat dan kedudukan-Nya sangat
tinggi. Tidak boleh diyakini bahwa Rasulullah bertanya kepada budak
perempuan tersebut tentang tempat (di mana) Allah ? dan juga tidak

83
www.darulfatwa.org.au


boleh diyakini bahwa budak perempuan itu bermaksud Allah
menempati langit. Imam Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah meridlainya-
berkata:













































































"








...
"

)

































(

“Tidak boleh dikatakan di mana bagi Dzat yang menciptakan di mana
(tempat) …” (Disebutkan dalam kitab ar-Risalah al Qusyairiyyah
karya Abu al Qasim al Qusyairi). Imam Abu Hanifah dalam
kitabnya al Fiqh al Absath menyatakan:
































































"



















"
.

“Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada
tempat, Dia ada (pada azal) dan belum ada tempat serta makhluk, dan
Dia pencipta segala sesuatu”.
Allah ta’ala berfirman:




























]



:
11
[
Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-
Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:
11)
Dalam hadits:
































"

"






)

(


Maknanya: “ Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan
belum ada sesuatu selain-Nya” (H.R. al Bukhari)


84
www.darulfatwa.org.au


17. Orang yang mencaci maki Allah hukumnya adalah kafir.
Jelaskan mengenai hal ini disertai dengan dalil !
Jawab: al Qadli ‘Iyadl mengutip Ijma' (kesepakatan ulama)
bahwa orang yang mencaci maki Allah adalah kafir meskipun dalam
keadaan marah, bercanda atau hati yang tidak lapang (meski hatinya
tidak ridla dengan makian terhadap Allah yang diucapkan oleh lisan).
Allah ta’ala berfirman:



















































































































































































]



:
65
-
66
[

Maknanya: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka katakan itu), tentulah mereka akan menjawab:
“Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Katakanlah (kepada mereka) Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kalian berolok-olok (melecehkan), tidak usah kalian
meminta maaf, kalian benar-benar menjadi kafir setelah kalian beriman”
(Q.S. at-Taubah: 65-66)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:














































































"






















"
)

(

Maknanya: “Sungguh seorang hamba jika mengucapkan perkataan
(yang melecehkan atau menghina Allah atau syari’at-Nya) yang
dianggapnya tidak bahaya, (padahal perkataan tersebut) bisa
menjerumuskannya ke (dasar) neraka (yang untuk mencapainya
dibutuhkan waktu) 70 tahun (dan tidak akan dihuni kecuali oleh orang
kafir)” (H.R. at-Tirmidzi dan ia menyatakan hadits ini hasan)

85
www.darulfatwa.org.au



18. Sebutkan dalil dibolehkannya ziarah kubur bagi laki-laki
dan perempuan ?
Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:














































"




"

)

(
Maknanya: “Lakukanlah ziarah kubur, karena sesungguhnya ia dapat
mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat” (H.R. al Bayhaqi)

19. Bagaimanakah cara masuk Islam ?
Jawab: Cara masuk Islam adalah dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat, bukan dengan mengucapkan














. Adapun
firman Allah tentang Nabi Nuh ‘alayhi as-salam bahwa ia mengatakan:
































]



:
10
[

Maknanya adalah bahwa Nabi Nuh menyeru kepada kaumnya
untuk masuk Islam dengan beriman kepada Allah dan Nabi-Nya Nuh
‘alayhi as-salam supaya Allah mengampuni mereka.
Dalam hadits disebutkan:






































































"


















"
)

(
Maknanya: “Aku diperintahkan untuk memerangi umat manusia
sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah” (H.R. al Bukhari dan
Muslim)


86
www.darulfatwa.org.au


20. Jelaskan mengenai hukum mengucapkan pujian (mad-h)
untuk Rasulullah !
Jawab: Hukumnya boleh dengan Ijma' (kesepakatan para
ulama').
Allah ta’ala berfirman:































]



:
4
[

Maknanya: “Dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad mempunyai
perilaku yang agung” (Q.S. al Qalam: 4)
Allah juga berfirman:


























]



:
157
[

Maknanya: “… dan mereka memuji, mengagungkan dan membela
Rasulullah” (Q.S. al A’raf: 157)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa suatu ketika ada
sejumlah perempuan yang memuji Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam
dengan mengatakan di hadapan Nabi:

























"


"

)

(

“Muhammad adalah seorang tetangga yang sangat agung” (H.R. Ibnu
Majah)
Telah disebutkan dengan sanad yang shahih bahwa tidak sedikit
sahabat Nabi yang memuji-muji Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam
seperti Hassan ibn Tsabit, 'Abbas dan yang lainnya, dan Rasulullah
sendiri tidak mengingkari hal tersebut, bahkan sebaliknya justru
menganggapnya sebagai perbuatan yang baik.

21. Jelaskan tentang siksa kubur !
Jawab: Beriman akan adanya siksa kubur adalah wajib,
ketetapan akan adanya siksa kubur telah disepakati oleh umat Islam

87
www.darulfatwa.org.au


(Ijma’) dan barang siapa yang mengingkarinya maka ia telah kafir.
Allah ta’ala berfirman:












































































































]



:
46
[

Maknanya: “Kepada mereka (orang-orang kafir pengikut Fir’aun)
dinampakkan neraka pada pagi dan petang (di kuburan mereka), dan
pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada malaikat): Masukkan
Fir’aun dan orang-orang yang mengikutinya dalam kekufuran ke dalam
siksa (neraka) yang sangat pedih” (Q.S. Ghafir: 46)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:






































"




"

)

(

Maknanya: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur”
(H.R. al Bukhari)

22. Apakah makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah ?
Jawab: Makhluk pertama adalah air. Allah ta’ala berfirman:









































]



:
30
[

Maknanya: “Dan telah Kami (Allah) ciptakan dari air segala sesuatu
yang hidup (dan yang mati)” (Q.S. al Anbiya’: 30)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:




























"





"

)

(

Maknanya: “Segala sesuatu diciptakan dari air” (H.R. Ibn Hibban)


88
www.darulfatwa.org.au


23. Terangkan mengenai macam-macam Bid’ah dan sebutkan
dalil yang menunjukkan adanya Bid’ah Hasanah (yang
baik) !
Jawab: Bid’ah secara etimologi adalah segala hal yang diadakan
tanpa ada contoh sebelumnya. Adapun dalam tinjauan syara’, Bid’ah
terbagi menjadi dua; Bid’ah Huda (baik) dan Bid’ah Dlalalah (sesat).
Allah ta’ala berfirman:














































































]



:
27
[

Maknanya: “… dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal
kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah
yang mengada-adakannya) untuk mencari keridlaan Allah” (Q.S. al
Hadid: 27)
Allah memuji perbuatan para pengikut nabi Isa ‘alayhissalam
yang muslim, yaitu melakukan rahbaniyyah (menjauhkan diri dari hal-
hal yang mendatangkan kesenangan nafsu, supaya bisa berkonsentrasi
penuh dalam melakukan ibadah), padahal hal itu tidak diwajibkan atas
mereka. Hal ini mereka lakukan semata-mata untuk mencari ridla
Allah.
Dalam hadits disebutkan:










































































"




















"
)

(

Maknanya: “Barang siapa yang merintis (memulai) dalam Islam
perbuatan yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala
orang-orang setelahnya yang melakukan perbuatan baik tersebut” (H.R.
Muslim)

89
www.darulfatwa.org.au


Para sahabat Nabi dan generasi muslim setelahnya banyak
melakukan hal-hal baru (yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah)
yang baik dalam agama, dan umat Islam menerima hal itu seperti
membangun mihrab (tempat imam di masjid), adzan kedua untuk
shalat jum’at, pemberian titik dalam mushhaf (al Qur’an) dan
peringatan maulid Nabi.

24. Jelaskan mengenai perbuatan sihir !
Jawab: Melakukan sihir hukumnya adalah haram. Allah
berfirman:










































































]



:
102
[

Maknanya: “Dan tidaklah Nabi Sulaiman itu kafir, akan tetapi
syetan-syetan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada
manusia (dengan meyakini bahwa hal ini sebagai perkara yang halal dan
boleh)” (Q.S. al Baqarah: 102)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda yang maknanya:
“Jauhilah tujuh hal yang membinasakan. Beliau ditanya: Apa saja tujuh hal
itu, wahai Rasulullah ?, beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir
…”(H.R. Muslim)

25. Sebutkan dalil bahwa orang yang melempar lembaran
bertuliskan nama Allah ke tempat-tempat kotor
(menjijikkan) dengan maksud melecehkan telah kafir !
Jawab: Tidak boleh melemparkan lembaran bertuliskan nama
Allah ke tempat kotor (menjijikkan). Dan barang siapa melakukan hal
itu dengan maksud melecehkan (menghina) maka ia telah kafir.
Allah ta’ala berfirman:

90
www.darulfatwa.org.au




















































































































]



:
65
-
66
[

Maknanya: “Katakanlah wahai Muhammad (kepada mereka) Apakah
terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kalian berolok-olok
(melecehkan), tidak usah kalian meminta maaf, kalian benar-benar
menjadi kafir setelah kalian beriman” (Q.S. at-Taubah: 65-66)
Ibn Abidin berkata: “Telah kafir (keluar dari Islam) orang yang
melempar mushhaf (al Qur’an) ke tempat-tempat kotor (menjijikkan) sekalipun
niatnya tidak bermaksud melecehkan karena perbuatannya itu (sudah)
menunjukkan pelecehan (penghinaan)”.

26. Apakah hukum nadzar ?
Jawab: Dibolehkan bernadzar dalam ketaatan kepada Allah,
dan nadzar wajib dipenuhi (dilaksanakan). Adapun nadzar dalam hal
yang diharamkan maka hukumnya tidak boleh dan tidak wajib
dipenuhi. Allah berfirman:




















]



:
7
[

Maknanya: “Mereka (senantiasa) memenuhi nadzar” (QS. al Insan: 7)
Dalam hadits juga disebutkan:











































































"











"

)



(

Maknanya: “Barang siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah maka
haruslah ia taat kepada-Nya, dan barang siapa bernadzar untuk
bermaksiat kepada-Nya maka janganlah ia bermaksiat kepada-Nya”
(H.R. al Bukhari)


91
www.darulfatwa.org.au


27. Sebutkan dalil bahwa suara perempuan itu bukan aurat !
Jawab: Allah ta’ala berfirman:





























]



:
22
[

Maknanya: “Dan katakanlah (wahai para istri Nabi) perkataan yang
baik” (Q.S. al Ahzab: 22)
Al Ahnaf ibn Qais berkata: “Aku telah mendengar hadits dari mulut
Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits
sebagaimana aku mendengarnya dari mulut ‘Aisyah” (H.R. al Hakim dalam
kitab al Mustadrak)

28. Jelaskan mengenai sifat kalam Allah !
Jawab: Allah mempunyai sifat kalam yang tidak serupa dengan
kalam kita. Sifat kalam-Nya bukan berupa huruf, suara dan bahasa.
Allah ta’ala berfirman:






























]



:
164
[

Maknanya: “Dan Allah telah benar-benar memperdengarkan kalam-
Nya kepada Musa” (Q.S. an-Nisa: 164)
Imam Abu Hanifah dalam kitab al Fiqh al Absath mengatakan:








































































"















































"
.

Maknanya: “Allah mempunyai sifat kalam yang tidak menyerupai
pembicaraan kita, kita berbicara menggunakan organ-organ pembicaraan
dan huruf, sedangkan kalam Allah tidaklah dengan organ-organ
pembicaraan dan huruf”.



92
www.darulfatwa.org.au


29. Apa makna firman Allah :































Jawab: Imam Malik berkata:
































































"







"
.


Maknanya: “Istawa sebagaimana Ia mensifati Dzat-Nya, tidak
dikatakan (mengenai istawa) bagaimana, dan sifat-sifat makhluk
mustahil bagi-Nya”.
Al Kayf adalah sifat makhluk. Di antara sifat makhluk adalah
duduk, bersemayam dan menempati suatu tempat dan arah. Imam al
Qusyairi berkata: “Istawa berarti hafizha, qahara dan abqa; memelihara,
menundukkan dan menguasai, serta menetapkan”.
Tidak boleh diyakini bahwa Allah duduk atau bersemayam di
atas ‘arsy, karena keyakinan seperti ini adalah aqidah orang-orang
yahudi. Dan aqidah ini merupakan pendustaan terhadap firman Allah:

































]



:
74
[
Maknanya: “Maka janganlah kalian mengadakan serupa-serupa bagi
Allah” (Q.S. an-Nahl: 74)
Allah ta’ala berfirman:

































]



:
48
[

Maknanya: “Dan mereka berkumpul untuk dihisab oleh Allah yang
Maha Esa lagi Maha menundukkan dan menguasai” (Q.S. Ibrahim:
48)
Imam Ali ibn Abi Thalib -radhiyallahu ‘anhu- berkata:







































































"







"

)


(


93
www.darulfatwa.org.au


“Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy untuk menampakkan
kekuasaan-Nya, bukan untuk dijadikan tempat bagi Dzat-Nya”
(diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi)

30. Terangkan mengenai Qadar (takdir) !
Jawab: Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini; kebaikan,
keburukan, ketaatan, kemaksiatan, keimanan, kekufuran terjadi
dengan takdir Allah, masyi-ah (kehendak)-Nya dan diketahui oleh-Nya.
Kebaikan, keimanan dan ketaatan terjadi atas ketentuan Allah dan hal
itu dicintai serta diridlai-Nya. Sedangkan keburukan, kemaksiatan dan
kekufuran juga terjadi dengan ketentuan Allah, namun tidak dicintai
dan tidak diridlai-Nya. Dan tidak boleh dikatakan takdir Allah (sifat
maha menentukan) yang merupakan sifat-Nya adalah buruk.
Allah ta’ala berfirman:






































]



:
49
[
Maknanya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran (ketentuan)” (Q.S. al Qamar: 49)
Dalam hadits disebutkan:


































"






"

)



(
Maknanya: “Segala sesuatu terjadi dengan pengaturan (ketetapan Allah)
sampai tumpulnya otak dan kecerdasan” (H.R. Muslim)

31. Sebutkan dalil diharamkannya seorang laki-laki berjabat
tangan dengan perempuan yang bukan mahramnya !
Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


94
www.darulfatwa.org.au



















































































"



































"


)

(

Maknanya: “Jika salah seorang di antara kalian ditusuk kepalanya
dengan sebuah besi, itu lebih ringan baginya dari pada disiksa karena
menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya” (H.R. ad-
Daraquthni)
Dalam hadits lain beliau juga bersabda:




















"



"

)


(

Maknanya: “Dan zina tangan adalah menyentuh” (H.R. al Bukhari)14

32. Jelaskan tentang menbaca al Qur’an untuk mayit !
Jawab: Membaca al Qur’an untuk mayit muslim hukumnya
boleh. Allah ta’ala berfirman:





















]



:
77
[
Maknanya: “Dan lakukanlah kebaikan” (Q.S. al Hajj: 77)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

























"


"


)



(

Maknanya: “Bacalah untuk mayit-mayit kalian surat Yasin” (H.R.
Ibnu Hibban dan dishahihkannya)
Ahlussunnah sepakat dibolehkannya membaca al Qur’an untuk
mayit dan bahwa bacaan itu bermanfaat bagi si mayit. al Imam asy-
Syafi’i berkata: “Adalah kebaikan apabila dibacakan di atas kuburan
mayit muslim beberapa ayat al Qur’an dan lebih baik jika dibacakan al


14 Hadits-hadits ini juga merupakan bantahan terhadap Hizbut Tahrir yang
menghalalkan seorang laki-laki berjabatan tangan dengan perempuan ajnabiyyah, bukan isteri
atau mahramnya.

95
www.darulfatwa.org.au


Qur’an seluruhnya” (dituturkan oleh Imam an-Nawawi dalam
Riyadlus-shalihin)

33. Sebutkan dalil bahwa shadaqah bisa memberikan manfaat
terhadap mayit !
Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
















































































"
















































"
)

(

Maknanya: ”Apabila seseorang meninggal dunia, terputuslah amal
perbuatannya (yang dapat terus mengalirkan pahala untuknya), kecuali
tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang
mendo’akannya” (H.R. Ibnu Hibban).
Ketiga hal tersebut adalah di antara amal yang bisa dirasakan
manfaatnya oleh mayit muslim karena dialah penyebab terjadinya.
Begitu juga firman Allah:







































]



:
39
[

Yakni perbuatan baik yang ia lakukan sendiri, hal itu bermanfaat
baginya. Dan perbuatan baik yang dilakukan orang lain untuknya yang
bukan perbuatannya sendiri, hal ini juga bermanfaat baginya karena
fadll (karunia dan kemurahan) Allah ta’ala kepadanya. Sebagai misal
adalah shalat jenazah, ia bukan amal perbuatan yang dilakukan mayit,
tapi mayit merasakan manfa’at dari shalat tersebut. Dan juga seperti
doa Rasulullah untuk orang lain. Doa itu bukan perbuatan orang yang
didoakan, namun doa tersebut bisa dirasakan manfaatnya, seperti doa
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam untuk Ibnu 'Abbas:















































"




"

)

(


96
www.darulfatwa.org.au


Maknanya: “Ya Allah ajarilah ia hikmah dan (kemampuan untuk)
mentakwil al Qur’an” (H.R. Bukhari)

34. Sebutkan dalil dibolehkannya qiyam Ramadlan lebih dari 11
raka’at !
Jawab: Allah ta’ala berfirman:












































]

:
77
[

Maknanya: “Dan lakukan kebaikan supaya kalian beruntung” (Q.S.
al Hajj: 77)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

























"



"

)


(

Maknanya: “Shalat malam itu dilakukan dua raka’at dua raka’at”
(H.R. Bukhari)
Beliau juga bersabda:































































"








"

)


(

Maknanya: “Shalat adalah (termasuk) amal yang terbaik, maka
barangsiapa berkehendak, ia (boleh) menyedikitkan bilangan raka’atnya
dan barangsiapa berkehendak, ia (boleh) memperbanyak (bilangan
raka’atnya) –yang dimaksud dalam hal ini adalah shalat sunnah
(nawafil) -” (H.R. Muslim)

35. Apa dalil dibolehkannya menggunakan rebana?
Jawab: Abu Dawud meriwayatkan bahwa ada seorang
perempuan yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam

97
www.darulfatwa.org.au


(maknanya): “Sungguh aku telah bernadzar untuk memukul rebana di
depan engkau, jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat”.
Beliau menjawab: ”Jika engkau telah bernadzar, maka penuhilah
(laksanakan) nadzarmu !”.

36. Siapakah nabi dan rasul pertama?
Jawab: Nabi dan rasul yang pertama adalah Adam 'alayhissalam.










Allah ta'ala berfirman:










]



:
33
[

Maknanya: "Sesungguhnya Allah ta'ala memilih Adam dan Nuh
(sebagai nabi)…" (Q.S. Ali Imran: 33)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda yang maknanya:
"Adam dan nabi-nabi yang lain di bawah benderaku pada hari kiamat" (H.R.
at- Tirmidzi)

37. Sebutkan sifat-sifat yang pasti (wajib) berlaku bagi para nabi
dan sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka !
Jawab: Para nabi wajib (pasti) bersifat jujur, amanah (dapat
dipercaya), sangat cerdas, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang
tercela, pemberani dan fashih dalam berbicara. Mustahil bagi mereka
berdusta, khiyanah (tidak dapat dipercaya), berbuat tercela, zina dan
dosa-dosa besar lainnya serta kekufuran, baik sebelum diangkat
menjadi nabi maupun setelahnya. Allah ta'ala berfirman:

































]



:
86
[

Maknanya: "Dan masing-masing nabi itu kami lebihkan derajat mereka
di atas umat seluruhnya" (Q.S. al An'am: 86)
Dalam hadits disebutkan:


98
www.darulfatwa.org.au
















































"






"
)

(

Maknanya: "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali bagus
rupanya dan indah suaranya" (H.R. at-Tirmidzi)

38. Apakah makna firman Allah































]

:
3
[
Jawab : Bahwa Allah tidak berasal dari sesuatu (tidak
diperanakkan) dan tidak terlepas dari-Nya sesuatu (tidak beranak).
Allah tidak menempati sesuatu, tidak terlepas dari-Nya sesuatu dan
tidak ditempati oleh sesuatu. Al Imam Ja'far ash-Shadiq berkata:
" Barang siapa beranggapan bahwa Allah di dalam sesuatu, dari sesuatu atau di
atas sesuatu, sungguh ia telah musyrik". (diriwayatkan oleh Abu al Qasim
al Qusyairi dalam ar-Risalah al Qusyairiyyah)

39. Sebutkan dalil dibolehkannya membaca shalawat atas nabi
Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam setelah adzan !
Jawab: Bershalawat atas Nabi shallallahu 'alayhi wasallam setelah
adzan adalah boleh. Tidak perlu didengarkan pendapat orang yang
mengharamkannya. Allah ta'ala berfirman :












































































































]


:
56
[

Maknanya: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi, hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya" (Q.S. al Ahzab:
56)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:


99
www.darulfatwa.org.au


































































"




"
)

(
Maknanya: "Apabila kalian mendengar muadzdzin (orang yang
mengumandangkan adzan), maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya
kemudian bacalah shalawat untukku" (H.R. Muslim)






























Beliau juga bersabda:



"



"
)

(
Maknanya: "Barang siapa menyebutku maka hendaklah bershalawat
untukku" (H.R. al Hafizh as-Sakhawi)

40. Apakah pengertian riddah dan sebutkan macam-macamnya!
Jawab: Riddah adalah memutus keislaman (orangnya disebut
murtad) dengan kekufuran. Riddah terbagi tiga:
1. Riddah Qauliyyah (perkataan) seperti mencaci maki Allah, para
nabi atau Islam, walaupun dalam keadaan marah.
2. Riddah Fi'liyyah (perbuatan) seperti melempar mushhaf (al
Qur'an) ke tempat-tempat kotor dan juga seperti menginjak
mushhaf.
3. Riddah Qalbiyyah (hati) seperti meyakini bahwa Allah adalah
benda atau roh, meyakini bahwa Allah duduk di atas 'arsy atau
menempati langit atau meyakini bahwa Dzat Allah berada di
semua tempat atau di suatu arah.
Allah ta'ala berfirman:

































































]


:
74
[


Maknanya: "Dan mereka telah benar-benar mengatakan perkataan
kufur, mereka telah kafir setelah keislaman mereka" (Q.S. at-Taubah:
74)


100
www.darulfatwa.org.au


Ia juga berfirman:









































]



:
37
[

Maknanya: "Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan
rembulan" (Q.S. Fushshilat: 37)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:


















































































"











































"
)


(

Maknanya: "Sesungguhnya seorang hamba jika mengucapkan perkataan
(yang melecehkan atau menghina Allah atau syari'at-Nya) yang tidak
dianggapnya bahaya, (padahal perkataan tersebut) bisa
menjerumuskannya ke (dasar) neraka (yang kedalamannya) lebih jauh
daripada jarak antara timur dan barat" (H.R. al Bukhari dan
Muslim)

41. Sebutkan dalil dibolehkannya peringatan maulid Nabi
shallallahu 'alayhi wasallam !
Jawab: Allah ta'ala berfirman:











































]




:
77
[

Maknanya: "Dan lakukanlah kebaikan supaya kalian beruntung"
(Q.S. al Hajj : 77)
Dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:

















































"







"

)

(

Maknanya: "Barang siapa memulai (merintis) dalam Islam perbuatan
yang baik maka (akan) memperoleh pahalanya" (H.R. Muslim)

101
www.darulfatwa.org.au



42. Apakah yang dimaksud sabda Nabi :



















































"








"



Jawab: Bahwa yang lebih baik untuk dimohon dan dimintai
pertolongan adalah Allah. Hadits ini tidak bermakna: "Jangan
memohon dan jangan meminta pertolongan kepada selain Allah".
Hadits di atas serupa dengan hadits riwayat Ibnu Hibban:























































"







"
)

(

Yang bermakna: "Yang paling layak untuk diberi makanan adalah
orang bertaqwa dan yang layak dijadikan kawan adalah seorang
mukmin". Hadits tersebut tidak berarti haram memberi makan kepada
selain orang mukmin dan haram menjadikannya sebagai teman. Allah
ta'ala memuji kaum muslimin di dalam al Qur'an dengan firman-Nya:




































































]



:
8
[

Maknanya: "Dan mereka memberikan makanan karena Allah kepada
orang miskin, anak yatim dan orang kafir yang ditawan" (Q.S. al
Insan: 8)
Dalam shahih al Bukhari dan shahih Muslim diceritakan
mengenai tiga orang yang meminta kepada Allah dengan wasilah amal
shalih mereka, sehingga Allah memudahkan kesulitan mereka.

43. Sebutkan dalil dibolehkannya ziarah ke makam Rasulullah
bagi laki-laki dan perempuan !
Jawab: Disunnahkan berziarah ke makam Nabi dengan Ijma'
(kesepakatan para ulama) sebagaimana dikutip oleh al Qadhi 'Iyadh,
an-Nawawi.

102
www.darulfatwa.org.au


Allah ta'ala berfirman:































































































































]



:
64
[

Maknanya: "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menzhalimi diri
mereka (berbuat maksiat kepada Allah), kemudian datang kepadamu
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat
lagi maha penyayang" (Q.S. an-Nisa' : 64)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
























































"





"


)














(

Maknanya: "Barang siapa berziarah ke makamku, maka pasti ia akan
memperoleh syafa'atku" (H.R. ad-Daraquthni dan dinilai kuat oleh
al Hafizh as-Subki)






























Sedangkan hadits:








"






...
"

.
maksudnya adalah barangsiapa berkeinginan melakukan perjalanan
untuk tujuan shalat di suatu masjid, hendaklah ia pergi ke tiga masjid
(masjid al Haram, masjid an-Nabawi dan masjid al Aqsha), karena shalat di
tiga masjid tersebut pahalanya dilipatgandakan. Anjuran tersebut
diartikan sebagai sunnah hukumnya, bukan wajib. Jadi hadits tersebut
khusus menerangkan tentang melakukan perjalanan untuk tujuan
shalat. Di dalamnya tidak ada keterangan bahwa tidak boleh berziarah
ke makam Nabi shallallahu 'alayhi wasallam.


103
www.darulfatwa.org.au


44. Sebutkan dalil dibolehkannya tabarruk (mengambil berkah
atau mencari tambahan kebaikan) !
Jawab: Bertabarruk dengan Nabi dan semua peninggalannya
(atsar) adalah boleh. Allah ta'ala berfirman mengenai ucapan Nabi
Yusuf 'alayhissalam :













































































]



:
93
[

Maknanya: "Pergilah kamu dengan membawa gamisku ini, lalu
letakkanlah ke wajah ayahku nanti ia akan melihat kembali" (Q.S.
Yusuf: 93)
Dalam hadits disebutkan: "Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
membagi-bagikan rambutnya kepada orang-orang supaya mereka
bertabarruk dengannya" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

45. Apakah dalil dibolehkannya memakai hirz15 yang di
dalamnya hanya tertulis al Qur'an dan semacamnya, dan
tidak ada sama sekali di dalamnya lafazh-lafazh tidak jelas
yang diharamkan ?
Jawab: Allah ta'ala berfirman:





































































]



:
82
[

Maknanya: "Dan kami turunkan dari al Qur'an sesuatu yang di
dalamnya terdapat obat kesembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman" (Q.S. al Isra': 82)


15 Hirz adalah kertas yang berisikan tulisan ayat-ayat al Qur'an atau dzikir
kemudian dibungkus rapat dan dikalungkan di leher.

104
www.darulfatwa.org.au


Dalam hadits disebutkan bahwa 'Abdullah ibn 'Amr berkata:
"Kami dulu mengajarkan ayat-ayat al Qur'an kepada anak-anak kami, dan
kepada anak yang belum baligh kami menulisnya di atas kertas lalu
menggantungkannya di atas dadanya" (H.R. at-Tirmidzi)

46. Terangkan mengenai menyebut nama Allah (dzikrullah)
ketika mengiringi jenazah !
Jawab: Menyebut nama Allah (dzikrullah) ketika mengiringi
jenazah hukumnya boleh tanpa ada khilaf (perbedaan pendapat). Allah
berfirman:




















































]



:
41
[

Maknanya: "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (menyebut
nama Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya" (Q.S. al Ahzab:
41)
Allah ta'ala juga berfirman:





























































]



:
191
[

Maknanya: "(Yaitu) … orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring" (Q.S. Ali Imran:
191)
Dalam hadits diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam berdzikir (menyebut nama Allah) dalam setiap situasi dan
kondisi (H.R. Muslim)

47. Jelaskan tentang takwil !
Jawab: Takwil adalah memahami nash (al Qur'an dan Hadits)
bukan secara zhahirnya. Takwil diperbolehkan terhadap ayat-ayat dan

105
www.darulfatwa.org.au


hadits yang zhahirnya mengundang pembaca untuk memahami makna
yang rusak dan tidak benar (padahal sesungguhnya makna ayat atau
hadits tersebut tidak demikian), bahwa Allah memiliki tangan (yang
merupakan anggota badan), muka (yang merupakan anggota badan)
atau Ia duduk di atas 'Arsy, menempati suatu arah atau disifati dengan
salah satu sifat makhluk. Allah berfirman:



























































]



:
7
[

Maknanya: "Tidak ada yang mengetahui takwilnya (ayat-ayat
mutasyabihat) kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya"
(Q.S. Ali Imran: 7)
Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi berdoa untuk Ibn Abbas:
" Ya Allah ajarilah ia hikmah dan (kemampuan untuk) mentakwil al Qur'an "
(H.R. al Bukhari, Ibnu Majah dan al Hafizh Ibn al Jawzi)

48. Sebutkan dalil yang menerangkan bahwa iman adalah syarat
diterimanya amal shalih !
Jawab: Allah berfirman:







































































































































]



:
124
[

Maknanya: "Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan sedang ia orang beriman (artinya ini adalah
syarat), maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dianiaya
sama sekali" (Q.S. an-Nisa: 124)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:












































"




"

)



(


106
www.darulfatwa.org.au


Maknanya: "Perbuatan yang paling utama (secara mutlak) adalah
beriman kepada Allah dan rasul-Nya" (H.R. al Bukhari)

49. Apakah makna firman Allah :
















































Jawab: al Imam al Bukhari berkata:
"kecuali sulthan
(tasharruf –kekuasaan-) Allah". Al Imam Sufyan ats-Tsauri
mengatakan: "…Kecuali amal shaleh yang dilakukan hanya untuk
mengharap ridla Allah".

50. Apakah makna firman Allah :


























































]



:
16
[


Jawab: Pakar tafsir, al Fakhr ar-Razi dalam tafsirnya dan Abu
Hayyan al Andalusi dalam tafsir al Bahr al Muhith mengatakan: "Yang
dimaksud












dalam ayat tersebut adalah malaikat". Ayat
tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.

51. Apakah makna firman Allah ta'ala :


















































]



:
47
[







Jawab: Ibnu Abbas mengatakan: "Yang dimaksud

adalah
"dengan kekuasaan", bukan maksudnya tangan yang merupakan
anggota badan (jarihah) kita, karena Allah maha suci darinya.



107
www.darulfatwa.org.au













Kepustakaan

108
www.darulfatwa.org.au


Kepustakaan

Al Asfarayini, Abu al Muzhaffar, at-Tabshir fi ad-Din, Beirut: 'Alam al
Kutub.
Al Ashbahani, Abu Nu'aym, Hilyah al Auliya, Beirut: Dar al Kutub al
Arabi.
Al Asqalani, Ibn Hajar, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari, Beirut: Dar
Ma'rifah.
Al Baghdadi, Abu Manshur, al Farqu Bayna al Firaq, Kairo: Maktabah
Shabih.
Al Bantani, Muhammad Nawawi, at-Tafsir al Munir.
Al Bayhaqi, al Asma wa ash-Shifat, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al Arabi.
__________, ad-Da'awat al Kabir, Kuwait: tp.
Al Bayyadhi, Isyarah al Maram min Ibarat al Imam, Kairo: Musthafa al
Halabi.
Al Buhuti, Manshur, Kasysyaf al Qina' 'an Matn al Iqna', Beirut: 'Alam al
Kutub.
Al Bukhari, Shahih al Bukhari, Beirut: Dar al Jinan.
Al Ghazali, Abu Hamid, Ihya' 'Ulumuddin, Beirut: Dar al Ma'rifah.
Al Hakim, al Mustadrak 'ala Shahihayn, Beirut: Dar al Ma'rifah.
Al Harari, Abdullah, Izhhar al 'Aqidah as-Sunniyyah bi Syarhi al'Aqidah
ath-Thahawiyyah, Beirut : Dar al Masyari'.
__________, al Maqalat as-Sunniyah fi Kasufi Dhalalat Ahmad ibn
Taymiyah, Beirut: Dar al Masyari'.
__________, Sharih al Bayan fi ar-Radd 'ala man Khalafa al Qur'an,
Beirut: Dar al Masyari'.
__________, al Gharah al Imaniyyah fi ar-Radd Mafasid at-Tahririyyah,
Beirut: Dar al Masyari'.

109
www.darulfatwa.org.au


Al Haytami, Ibnu Hajar, al Minhaj al Qawim –bi Hamisyi al Hawasyi al
Madaniyyah-, Damaskus: Maktabah al Ghazali.
Al Haytsami, Majma' az-Zawa-id wa Manba' al Fawa-id, Beirut: Dar al
Kutub al Ilmiyah.
Al Husni, Taqiy ad-Din, KIfayah al Akhyar, Beirut: Dar al Fikr.
Ibnu 'Asakir, Tabyin Kadzib al Muftari, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi.
Ibn al Hajj, al Madkhal, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi.
Ibnu Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad, Beirut: Thab'ah Zuhair asy-
Syawisy.
Ibn al Jarud, Muntaqa al Akhbar, Beirut: Dar Ihya' Turats al 'Arabi.
Ibn al Jauzi, Abd ar-Rahman, Daf'u Syubah at-Tasybih, Kairo: al
Maktabah at-Taufiqiyyah.
Ibn as-Sunniy, 'Amal al Yawm wa al Laylah, Beirut: Muassasah al
Kutub as-Tsaqafiyah.
'Illasy, Muhammad, Minah al Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, Beirut: Dar
al Fikr.
Al Mardawi, al Inshaf fi Ma'rifah ar-Rajih min al Khilaf, Beirut: Dar Ihya'
al Turats al 'Arabi.
Al Maturidi, Abu Manshur, Ta'wilat ahl as-Sunnah wa al Jama'ah, Beirut:
Dar Ihya' Turats al 'Arabi.
An-Naisaburi, Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al
'Arabi.
An-Nasa-i, 'Amal al Yawm wa al-Laylah, Beirut: Mu-assasah ar-Risalah,
Beirut.
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al
'Arabi.
___________, Rawdlah at-Thalibin, Beirut: Thab'ah Zuhair as-Syawisy'.
Al Qazwini, Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: al maktabah al
Ilmiyah.
Al Qurthubi, al Jami' li Ahkam al Qur'an, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi.

110
www.darulfatwa.org.au


Ar-Rafi'i, Abd al Karim, Sawad al 'Aynayn fi Manaqib al Ghawts Abi al
'Alamayn, Beirut: Dar al Masyari'.
As-Shayyadi, Abu al Huda, Kairo: at-Thariqah ar-Rifa'iyyah, Mathba'ah
as-Sa'adah.
As-Sya'rani, Abd al Wahhab, al Yawaqit wa al Jawahir, Beirut: Dar al
Fikr.
As-Subki, Taqiy ad-Din, as-Sayf as-Shaqil fi ar-Radd 'ala Ibn Zafil, Kairo:
tp.
As-Suyuthi, Jalal ad-Din, al Hawi li al Fatawi, Beirut: Dar al Kutub al
Ilimiyah.
At-Tamimi, Abu al Fadl, I'tiqad al Imam Ahmad, Manuskrip.
At-Tarmasi, Muhammad Mahfuzh, Mawhibah Dzi al Fadl 'ala Syarh Ibn
Hajar 'ala Muqaddimah Bafadlal, Kairo: al Matba'ah as-Syarqiyah.
At-Thabari, Ibnu Jarir, Tahdzib al Atsar, Kairo: tp.
At-Thabrani, al Mu'jam al Kabir, Awqaf Baghdad, Irak.
___________, al Mu'jam as-Shaghir, Beirut: Muassasah al Kutub at-
Tsaqafiyah.
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut: Dar al Kitab al 'Ilmiyah.
Az-Zabidi, Murtadla, Ithaf Saadah al Muttaqin bi Syarh Ihya' Ulum ad-
Din, Beirut: Dar al Fikr.
Az-Zajjaji, Isytiqaq Asma Allah al Husna, Beirut: Muassasah ar-Risalah.
Az-Zarkasyi, Bard ad-Din, Tasynif al Masami', Manuskrip.


111
www.darulfatwa.org.au

No comments:

Post a Comment