Contoh dari dagelan yang dipamerkan Ibnu Taimiyah dalam manhaj tafsirnya dengan berdalih takwil ayat berdasarkan kesepakatan ulama tafsir dan para sahabat adalah ketika dia menafsirkan ayat Al-quran dengan dhohir ayat saja dan tanpa mentakwilkan makna bathin ayat tersebut. Sementara dakwaan dia bahwa tafsir ibnu taimiyah berdasarkan takwil dari sahabat dan ulama-ulama tafsir hanyalah kebohongan yang paling nyata dalam dagelan ini.
Al-quran Di Mata Ibnu Taimiyah
Dalam tulisan kali ini, kita akan mengungkap satu pandangan dari perintis dan pembesut mazhab takfiriyah ini mengenai Al-quran. Yakni pandangan Ibnu Taimiyah tentang tafsir Al-quran. Satu hal yang di yakini oleh para ulama Ahlu Sunnah dan para mufassir dan telah disepakati secara ijmak adalah bahwa Al-quran mengandung dua sisi makna yakni dhahir dan bathin, luar dan dalam. Persis ketika Allah swt isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]**. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."
Ket:
*[183] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas Maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
**[184] termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya Hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Namun Ibnu Taimiyah rupayanya sama sekali tidak memahami dan bahkan buta akan makna ayat Al-quran diatas, bahkan selain dia menafsirkan ayat-ayat Al-quran secara tekstual dan dhohirnya saja tanpa melirik ke makna bathinnya, dia juga menafsirkan ayat-ayat Al-quran dengan menyandarkan pada sanad-sanad hadits yang dhoif dan yang tidak jelas perawinya.
Contoh paling nyata akan kebahlulan Ibnu Taimiyah adalah ketika dia menyakini bahwa semua ayat-ayat yang ada dalam Al-quran adalah Muhkamat dan tidak ada ayat dari ayat-ayat Al-quran yang Mutasyabihat. Contoh tentang keyakinan dia yang keblinger itu bisa kita baca pada Kitab Tafsir Ibnu Taimiyah yang dikenal dengan Tafsir Kabir. Disana dijelaskan bahwa ayat-ayat Al-quran semuanya adalah Muhkamat dan ayat mutasyabih itu tidak ada. Lihat Kitab Tafsir Kabir, Juz 1, Halaman 253.
Sementara ketika dia menyandarkan penafsiran ayat-ayat Al-quran yang sanad hadistnya adalah dhoif bisa kita lihat pada kitab Al-wafi bil Wafiat, Tafsir Qurtubi. Didalam dua kitab itu disebutkan bahwa Ibnu Taimiyah menyandarkan hadist dhoif yang sanadnya berasal dari seorang Israel ketika dia menafsirkan Ayat 189 sampai 190 Surat Al-a'raf 188, yang disana diceritakan bahwa sifat sifat jelek dan kejelekkan disandarkan kepada Nabi Adam as dan Siti Hawa. Lihat Kitab Al-wafi bil Wafiat, Sofadi, Juz 7, Halaman 20, atau Tafsir Qurtubi. Juz 7, Halaman 338. Tetapi dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah Kitabul Ushul At-tafsir pandangan dia tentang tafsir ayat diatas di taujih alias di cari dalil pembenarannya.
Contoh dari dagelan yang dipamerkan Ibnu Taimiyah dalam manhaj tafsirnya dengan berdalih takwil ayat berdasarkan kesepakatan ulama tafsir dan para sahabat adalah ketika dia menafsirkan ayat Al-quran dengan dhohir ayat saja dan tanpa mentakwilkan makna bathin ayat tersebut. Sementara dakwaan dia bahwa tafsir ibnu taimiyah berdasarkan takwil dari sahabat dan ulama-ulama tafsir hanyalah kebohongan yang paling nyata dalam dagelan ini.
Misalnya kalau kita baca baca Tafsir surat An-nur, Halaman 178dan 179. Disana dia katakan bahwa: "Saya menafsirkan ini berdasarkan Naql dari para sahabat, dan semua hadist serta ratusan tafsir mulai dari yang kecil sampai yang besar semuanya telah saya baca..." Sementara di alam realita mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah sama sekali tidak memperhatikan apa yang telah dia katakan tersebut dan malah sangat bertentangan dengan kebanyak ulama-ulama Sunnah dan hadist yang diriwayatkan dari para sahabat. Misalnya kalau kita lihat pada tafsir surat Al-qalam ayat 42, dia menafsirkan ayat ini berdasarkan dhohir dan tidak mentakwilkannya, sementara kebanyakan ulama jumhur dari Ahlu Sunnah mentakwil tafsir ini. Allah swt berfirman dalam surat Al-qalam ayat 42: "Yauma Yuksafu an Saaqin....." Artinya: "Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; Maka mereka tidak kuasa". "Saaqin" disini mempunyai makna sesuatu yang dahsyat. Makanya dalam ibarat arab mengatakan: "Kasyful Harbi an Saaqiha", yang artinya peperangan yang dahsyat telah dimulai. Lihat tafsir Tabari, Jilid 5, juz 8, Halaman 201 dan 202.
Atau ketika dia menafsirkan surat Adz-dzariyaat ayat 47:"Wa As-samaa Banainaaha Biaidin". Yang artinya adalah: "Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa". Disana Ibnu Taimiyah juga menafsirkannya dengan dhohir ayat sementara ulama jumhur dari Ahlu Sunnah mentakwilkan tafsir ayat ini menjadi "Banainaaha Biquwwatin" yakni, "Kami bangun dengan kekuatan" sementara Biaidin ditafsirkan oleh ulama Ahlu Sunnah dengan kinayah atas kekuatan dan kekuasanNYa. Lihat Tafsir Tabari, Juz 27, Halaman 7.[]
Demikian sekelumit tentang Ibnu Taimiyah dalam metode penafsiran Al-quran yang hanya melihat bahwa ayat Al-quran hanya mempunyai sisi makna dhohir saja, sementara sisi makna bathin dia ingkarinya.
InsyaAllah akan kita sambung lagi.
Wassalam
sumber .. http://wahabisme.wordpress.com/2007/05/25/al-quran-di-mata-ibnu-taimiyah/#comments
No comments:
Post a Comment